Wednesday, December 26, 2012

FF SHINee: Nightmare [Part 3]

Title                : Nightmare  [Part 3]
Author             : Nysa
Main Cast        :  Lee Jinki, Kang Yura, Choi Minho
Support Cast   : Lee Taemin, Cho Sora, Jung Nara, Shin Haneul, Prof.Choi
Length             : Sequel
Genre              : Mystery, Horror, Thriller, Friendship
Rating             : PG 15
Disclaimer       : Semua Tokoh dan karakter dicerita ini hanyalah imajinasi saya.
                          Ide dan isi cerita juga semuanya hanya imajinasi saya, tidak ada unsur
                          Plagiat.


NIGHTMARE [PART 3]
 
Seorang perempuan sedang berdiri termangu menatap kosong pada sesosok mayat dihadapannya. Ia berdo’a dan berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk mulai membedah mayat tersebut. Perlahan tetapi pasti, perempuan itu meraih pisau bedahnya dan mulai menggoreskan benda tajam itu tepat diperut mayat tersebut.
            Dengan tekun dan serius perempuan itu membedah mayat dengan sesekali membaca buku panduan memastikan ia melakukannya dengan benar.
            Tangan yang berlapis sarung tangan berwarna putih dan menggengggam sebilah pisau terayun begitu saja dan menancap tepat dipunggung belakang perempuan yang sedang membedah mayat. Tidak ada suara pekikan, hanya erangan kecil yang berasal dari bibirnya seolah ingin mengucapkan sesuatu namun ia tak punya tenaga untuk itu. Bahkan mengucapkan satu kata “Tolong” pun ia tidak bisa. Perempuan itu tersengal, nafasnya memburu dan tubuhnya bergetar karena mulai kehabisan darah.
            Membedah tubuh secara vertikal, bersenandung melantunkan sebait melody berulang-ulang dengan tangan yang masih bergerak cekatan membedah tubuh korbannya dan mengambil organ tubuh dari korbannya tersebut.
            Tersenyum senang mendapatkan apa yang menjadi incarannya. Hati, ginjal dan jantung. Ketiganya telah tersusun rapi ditabung kaca. Tangannya yang cekatan kembali menjahit bagian tubuh yang telah terbuka itu.

            Yura terbangun dari tidurnya dan  memandang kesekeliling kamarnya, ia mendapati Jinki dan Minho yang tertidur di kursi belajar miliknya dan Sora. Yura turun dari ranjangnya dan meraih selimut yang ia kenakan tadi kemudian ia pasangkan selimut tersebut untuk menutupi tubuh Jinkidan Minho. Bertepatan dengan selimut yang menyentuh tubuh mereka membuat keduanya terjaga dari tidurnya.
            “Maaf.” Ucap Yura singkat karena ia membangunkan Minho dan Jinki dari tidur mereka.
            “Tidak apa-apa. Seharusnya kami yang minta maaf karena telah lancang tidur di kamar mu.” Jawab Minho kemudian.
            Yura terdiam, ia baru sadar jika saat ini ada dua namja yang tidur di kamarnya. jika sampai ketahuan oleh kepala asrama, maka mereka akan mendapatkan sanksi.
            “Tapi... kenapa kalian bisa ada disini?” Tanya Yura penasaran.
            “Itu.. itu karena kami menemukanmu pingsan. Dan karena Sora tidak ada makanya kami berinisiatif menjagamu. Kami khawatir kalau penyakitmu akan kambuh lagi.” Tutur Jinki menjelaskan.
            “Aku tidak apa-apa, kalian tidak perlu khawatir. Aku tidak sakit, hanya saja....” Yura menggantungkan kalimatnya begitu ia menyadari sesuatu.
            “Hanya saja apa?” Tanya Minho penasaran.
            “Aku... akan menjadi seperti itu kalau aku melihat pembunuhan.”
            “Maksudmu kau melihat pembunuhan lagi?” Tanya Jinki hampir tak percaya dan Yura hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.
            “Melihat pembunuhan? Lagi?” Minho merasa sedikit aneh dan curiga dengan penjelasan yang baru saja dia dengar. Apa mungkin kalau Yura benar-benar melihat pembunuhan bahkan tidak hanya sekali, tapi mengapa ia tidak pernah muncul menberikan kesaksian. Dan lagi Yura juga tidak pernah dicurigai karena ia memiliki alibi yang sempurna.
            “Minho, ini tidak seperti yang kau bayangkan. Yura bukan melihat pembunuhan secara langsung. Tapi ia melihatnya melalui semacam mata batin.” Jinki buru-buru menjelaskan sebelum Minho berfikiran buruk tentang Yura. Namun Minho tidak begitu mendengar karena ia masih bergelut dengan fikirannya sendiri. “Minho, jika memang yang dikatakan Yura benar, maka saat ini pasti sudah jatuh korban.” Ucap Jinki lagi.
            “Korban? Yura, apa kau melihat siapa korbannya?” Tanya Minho kepada Yura.
            “Dia seorang perempuan yang dibunuh di ruang praktek membedah.”
~~~ ~~~ ~~~

            Yura terduduk di tangga yang menuju ruang praktek membedah. Ia duduk sambil memeluk lututnya. Matanya memandang lurus kedepan namun fikirannya melayang kemana-mana. Ia ingin menangis dan berteriak, namun ia tak kuasa melakukan itu. Sora, gadis yang selama ini menjadi teman sekamarnya harus pergi meninggalkannya dengan cara yang amat mengenaskan. Yura benar-benar tidak meyangka kalau pembunuhan yang dilihatnya itu korbannya adalah Sora sahabatnya sendiri. Andai ia tau lebih awal, ia pasti akan mencegah pembunuhan itu terjadi dengan cara apapun. Andai ia bisa melihat siapa pembunuh berdarah dingin yang dengan teganya menghabisi nyawa teman-temannya, ia pasti sudah melaporkanyya ke polisi. Tapi itu semua hanya pengandaian nya saja, ia merasa seperti orang yang tidak berguna. Padahal ia lah satu-satunya orang yang mengetahui semua kejadian pembunuhan itu bahkan sebelum polisi mengetahuinya.
            Yura merasakan sebuah tangan menyentuh pundaknya. Namun kepalanya terasa amat berat bahkan hanya untuk mendongak. Ia merasa seseorang telah duduk disebelahnya dan ia tetap mengacuhkan orang tersebut.
            “Aku tau ini sungguh berat untukmu. Tapi aku harap kau tidak terpuruk dalam keadaan ini. Perjalananmu masih panjang, kau harus bisa melanjutkan mimpi mu yang juga menjadi mimpi teman-teman kita.” Ucap orang tersebut memberikan nasehat kepada Yura. Yura menoleh dan dilihatnya Jinki duduk disana dan tersenyum kecil kearahnya.
            “Jinki, mengapa kau mau menjadi dokter bedah? Apa kau tidak takut?” Kini Yura mengeluarkan suaranya.
             “tidak ada alasan khusus, aku hanya ingin menjadi orang yang berguna demi memperbaiki nasib keluarga ku.” Jinki menghentikan kalimatnya dan mengambil nafas sejenak. “Ayahku seorang penggali kuburan dan ibuku tidak tau kemana. Sejak kecil aku hanya tinggal bersama ayahku yang bekerja sebagai penggali kuburan. Sejak kecil aku sudah terbiasa melihat mayat dan entah mengapa aku tertarik untuk berurusan dengan mayat. Hehe...” Ia tertawa garing di akhir penjelasannya. “Lalu bagaimana denganmu?” Jinki balik bertanya kepada gadis disebelahnya.
            “Pertama kali aku melihat mayat ketika umurku lima tahun, dan mayat itu adalah mayat ibuku sendiri.” Tutur Yura kemudian.
            Jinki mengerutkan keningnya, ia belum bisa memahami alasan apa yang mendasari Yura untuk menjadi ahli bedah. Namun ia masih diam menunggu Yura melanjutkan penjelasannya.
            “Sejak saat itu, ketika aku rindu ibuku rasa rinduku akan terobati jika aku dapat melihat mayat wanita.”
            DEG
            Entah mengapa perasaan Jinki menjadi tidak enak. Disadari atau tidak, bukankah penjelasan Yura barusan menunjukkan bahwa ada yang tidak beres pada diri gadis itu. saat ini fikiran Jinki telah menjadi liar. Berbagai pemikiran telah muncul dikepalanya dan pada akhirnya menghasilkan sebuah kesimpulan yang sama sekali tidak terpikirkan oleh Jinki sebelumnya.
            “Yura, bisakah kau tidur dengan nyenyak untuk malam ini? aku akan menjagamu.” Sebuah permintaan yang lebih seperti pernyataan terlontar begitu saja dari bibir pemuda itu.
            Jinki menggendong Yura dipunggungnya, ia berharap malam ini Yura dapat tertidur dengan pulas dan Jinki benar-benar berharap jika semuanya akan baik-baik saja.
&&&
            Minho duduk sendiri di kursi yang terletak di pinggir danau dekat kampusnya, ia termenung memikirkan kejadian yang menimpa teman-temannya. Perasaannya bercampur menjadi satu antara sedih, kecewa dan marah. Minho mengambil berkas yang dimintanya dari Yura ketika mereka berada diruangan Professor Choi. Ia membuka dan mulai membaca berkas itu dengan hati-hati. Minho hanya dapat membulatkan matanya memandang data-data yang tertulis disana, berkas yang berada di genggamannya berisi data-data penjualan organ dalam manusia. Minho menyimpulkan jika selama ini ayahnya Professor Choi telah melakukan perdagangan ilegal dengan menjual organ dalam manusia yang ia dapatkan dari mayat-mayat yang digunakan kampus untuk praktek membedah. Dan untuk kematian teman-temannya, akankah mungkin hal itu terjadi karena professor Choi kehabisan stok organ dalam sehingga ia mengorbankan mahasiswanya? Minho tidak bisa memaafkan ayahnya jika memang seperti itu kenyataannya. Tapi biar bagaimanapun juga ia sudah terlanjur kecewa dengan ayahnya yang ternyata melakukan bisnis gelap seperti itu. Minho merasa hidupnya telah berakhir saat ini juga karena ayahnya seorang yang paling ia hormati melakukan suatu tindakan yang sangat tidak manusiawi dan itu benar-benar membuat Minho merasa dikhianati.
            Minho bangkit dari kursi dan ia berjalan perlahan menuruni beberapa tangga yang menghubungkan kursi dengan danau. Ia berjalan dengan pandangan kosong hingga sampai di bibir danau. Minho meneruskan langkahnya hingga air danau membasahi kakinya namun ia tidak mempedulikan hal tersebut. Ia terus berjalan hingga air danau telah menenggelamkan sebagian dari tubuhnya, ia terus berjalan dan berjalan sampai tubuhnya telah habis terbenam oleh air danau.
            Tragis, memang. Minho lebih memilih mati daripada ia harus tetap hidup dengan menghadapi kenyataan bahwa ayahnya adalah manusia yang tidak memanusiakan manusia. &&&

            Esoknya, professor Choi ditangkap polisi atas tuduhan perdagangan organ dalam manusia secara ilegal berdasarkan bukti-bukti yang ditinggalkan Minho dan kesaksian dari Jinki juga Yura yang mengaku menemukan data-data tersebut diruangan Professor Choi. Kasus pembunuhan pun terungkap karena ternyata Penjaga sekolah yang selama ini menjadi supplier organ dalam tidak dapat menemukan organ dalam yang dibutuhkan oleh Professor Choi sehingga ia nekat menghabisi nyawa mahasiswa untuk diambil organ dalamnya.
            Sementara Minho, ia ditemukan tewas di danau karena terlalu banyak menelan air. Professor Choi hanya dapat pasrah meneima kenyataan yang menimpanya saat ini. Ia hanya dapat memandang jenazah putranya yang dibawa petugas rumah sakit melalui kaca mobil polisi yang dinaikinya.

&&&

            Seorang gadis kecil berumur lima tahun mengenakan dress selutut berwarna merah berjalan menghampiri ibunya yang sedang mengupas apel sambil duduk diruang tamu, kemudian gadis kecil itu memandang wajah ibunya lekat-lekat.
            Menyadari gadis kecilnya terus memandanginya sedari tadi, ibu muda itu mengalihkan pandangannya pada gadis kecilnya tersebut. “Ada apa sayang?” tanyanya kepada gadis kecilnya.
            Diam, tidak ada reaksi. Gadis kecil itu tidak memberikan respon atas petanyaan yang dilontarkan ibunya.
            “Kenapa? Apa kau sakit?” tanya sang ibu yang merasa aneh dengan sikap putri kecilnya tersebut. “Ah, kau mau apel?” tanya nya lagi.
            Gadis itu menggeleng, kemudian ia menunjuk pisau yang digunakan ibunya untuk mengupas apel tersebut.
            “Kau mau pisaunya?” tanya ibu muda itu lagi mencoba menerka apa yang diinginkan anaknya. Anak itu mengangguk antusias. “Tidak, ini berbahaya jadi kau tidak boleh menggunakannya.” Jawab sang ibu tegas.
            Kecewa, tergambar jelas dari raut wajah sang anak. Ia merampas pisau tersebut dari tangan sang ibu. Sang anak merasa senang mendapatkan yang diinginkannya tapi sang ibu menjerit ketakutan melihat anaknya menggenggam benda berbahaya tersebut. Sang ibu bermaksud mengambil pisau tersebut namun malangnya ia malah tergelincir hingga menubruk badan sang anak dan pisau tersebut menancap diperutnya. Dengan bersusah payah anak tersebut keluar dari himpitan sang ibu, ia menarik pisau yang menancap ditubuh ibunya dan meletakkan pisau itu begiu saja. Anak itu berdiri dan menatap ibunya yang sekarat karena kehabisan darah, ia masih terlalu kecil dan ia tidak tahu jika saat ini ibunya sedang susah payah bernafas karena kehilangan banyak darah membuatnya kesulitan bernafas.
            Gadis kecil itu berjalan mendekati mayat wanita tersebut. Tanpa rasa takut sedikitpun gadis kecil itu menyentuh tangan mayat wanita yang telah tergeletak tak berdaya di lantai.
            “Ibu.” Panggilnya kepada sosok yang telah terbujur di lantai itu.
            “Ibu... Ibu.. IBUUUUU!”
            “Aku pulaaaaang!” sebuah suara menggema dari balik pintu. Seoarng pria muda masuk kedalam ruangan tersebut dengan menenteng tas kerja. “YURA!” Pekik pria muda itu tak percaya melihat istrinya sudah tergeletak tak bernyawa.
            Pria muda itu beralih menatap anaknya, ia memegang kedua bahu anak semata wayangnya tersebut. “Katakan pada ayah, apa yang terjadi?” tanya pria itu sedikit panik.
            Tidak ada jawaban, gadis kecil itu hanya menatap kosong pada ayahnya. Pria muda itu tidak kehabisan akal, ia ingat telah memasang CCTV di beberapa sudut ruangan. Pria itu berlari menuju ruang kerjanya dan mengambil rekaman CCTV kemudia memutar ulang rekaman beberapa menit yang lalu sebelum kepulangannya.
            Lemas dan tak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan. Tanpa pikir panjang, pria itu berlari menghampiri istri dan anaknya. Ia mengambil pisau berlumuran darah tersebut dan mengelap pegangan pisau dengan sapu tangannya untuk menghilangkan sidik jari istri dan anaknya dan kemudian ia mengenggam pisau tersebut untuk menempelkan sidik jarinya.
            “Yura, dengarkan ayah! Ayah pembunuhnya, ayah yang telah membunuh ibu. Kau melihat semuanya. Katakan pada siapapun yang bertanya padamu kalau ayah yang membunuh ibumu. Kau mengerti?”
            Yura terbangun dari tidurnya. Ia berkeringat dingin dan wajahnya pucat. Jinki yang sedang menjaganya menatap Yura dengan tatapan yang seolah mengatakan apa-kau-baik-baik-saja?
            Yura memandang sekelilingnya, ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi dan seketika itu tangisnya pecah.
            “Yura? Apa kau baik-baik saja? Ada apa denganmu?” tanya Jinki yang merasa aneh dengan tingkah temannya tersebut. Perlahan ia berjalan mendekati ranjang Yura dan duduk ditepi ranjang tersebut. “Apa kau bermimpi buruk lagi?” tanya Jinki memastikan.
            “Aku tidak bermimpi, aku mendapatkan kembali ingatanku yang hilang.” Jawabnya disela-sela isakannya. “Aku pembunuh Jinki, aku yang telah membunuh ibuku sendiri. Karena aku ibuku mati dan karena aku ayahku masuk penjara dan berakhir dirumah sait jiwa.semuanya karena aku Jinki! Aku bukan manusia! Bahkan Proffsor Choi tidak membunuh anaknya sendiri! Aku lebih hina dari yang hina!”teriak Yura frustasi.
            Jinki memeluk Yura, ia berusaha menenangkan gadis itu. biar bagaimanapun juga Jinki ikut shock mendengar pengakuan Yura barusan. Tapi biar bagaimanapun juga Yura tidak boleh berakhir seperti ini, karena Jinki pernah berjanji untuk menjaga Yura dan selalu berada disamping Yura apapun yang terjadi.
            “Yura tenanglah, setelah kau sembuh kita jenguk ayahmu dan ceritakan semua yang kau ingat pada polisi. Bisa kan?”
            Yura mengangguk. “Kau akan menemaniku bukan?”
            “Tentu saja”

END

Finally it’s over. Maaf kalo endingnya jelek. Saya mohon masukannya yaa karena mungkin bakal hiatus lama sampai waktu yang tidak ditentukan.makasih buat yang uda setia baca~ luph u all~

 

No comments:

Post a Comment