Wednesday, December 26, 2012

FF SHINee: Nightmare [Part 2]



Title                : Nightmare  [Part 3]
Author             : Nysa
Main Cast        :  Lee Jinki, Kang Yura, Choi Minho
Support Cast   : Lee Taemin, Cho Sora, Jung Nara, Shin Haneul, Prof.Choi
Length             : Sequel
Genre              : Mystery, Horror, Thriller, Friendship
Rating             : PG 15
Disclaimer       : Semua Tokoh dan karakter dicerita ini hanyalah imajinasi saya.
                          Ide dan isi cerita juga semuanya hanya imajinasi saya, tidak ada unsur
                          Plagiat.

 
 NIGHTMARE [Part 2]

         Malam itu, Yura sedang membaca buku panduan tentang membedah tubuh manusia ketika tiba-tiba Sora datang menghampirinya.
            “Yura, lusa kita praktek membedah. Minggu lalu aku tidak melakukannya karena belum siap dan kurasa lusa pun aku masih belum bisa melakukannya.” Sora membuka pembicaraan.
            Yura mengalihkan pandangannya kepada Sora. Dilihatnya gadis itu tertunduk lesu menyadari kelemahannya.
            “So~ kita itu calon dokter bedah. Bagaimana mungkin dokter bedah tidak berani membedah?” ujar Yura sarkatis.
            Yura bangkit dari kursinya dan berjalan menuju lemari pakaian. Ia mengambil jumper berwarna hitam lalu mengenakannya. “Aku mau keluar sebentar.” Pamit Yura kepada Sora yang dijawab dengan anggukan oleh Sora.
            Yura berjalan disekitar taman yang terletak disebelah timur asrama nya. Gadis itu bejalan perlahan-lahan sambil memandangi langit malam. Ia berhenti disebuah kursi panjang yang terletak di taman tersebut. Gadis itu melipat tangannya di dada berusaha menghangatkan tubuhnya yang mulai kedinginan karena terpaan angin malam.
            “Kau belum tidur?” Sebuah suara mengagetkan Yura. Gadis itu tersentak dan menoleh kebelakang. Dilihatnya Jinki sudah berdiri di belakangnya dengan senyuman yang selalu menghiasi bibirnya.
            Jinki berjalan memutari kursi taman dan kemudian ia duduk tepat di samping Yura. Yura menatap Jinki dengan tatapan horor. Sejujurnya ia terkejut dengan kemunculan Jinki yang tiba-tiba dan sebenarnya ia juga takut kalau ketahuan oleh kepala asrama karena sedang berduaan dengan laki-laki di malam hari.
            “Apa kau baik-baik saja?” Tanya Jinki tiba-tiba. Yura mengerutkan keningnya merasa aneh dengan pertanyaan Jinki. “Aku melihatmu berlari ketakutan sehabis melihat mayat Taemin. Apa sekarang perasaanmu sudah menjadi lebih baik?” Imbuhnya lagi.
            “Ya, aku rasa sekarang aku sudah lebih baik.” Jawab Yura sekenanya. Sejujurnya peasaannya sedang tidak baik. Bahkan malam ini ia sengaja tidak tidur karena takut akan mendapat mimpi buruk lagi.
            PRAAANG
            Terdengar suara pecahan kaca dari gedung yang berada disebelah asrama putri. Jinki dan Yura saling berpandangan. Sungguh perasaan mereka saat ini tidak enak mengingat kejadian yang akhir-akhir ini menimpa beberapa teman-temannya.
            “Apa yang terjadi?” Tanya Yura panik. Ia takut kalau sesuatu yang buruk telah terjadi.
            “Aku akan memeriksanya.” Ucap Jinki sembari berdiri dari kursi. Namun tiba-tiba Yura menarik lengan Jinki. Jinki menoleh kearah Yura dan dilihatnya gadis itu tengah bergetar ketakutan. Yura menutup matanya sembari memegang kepalanya.
            Seorang gadis tergeletak dilantai dengan tangan yang berusaha mencekik lehernya sendiri. Tubuhnya kejang-kejang dengan tangan yang terus-terusan mencekik lehernya.
            “Yura! Yura! “ Panggilan Jinki membuat Yura tersadar. Gadis itu membuka matanya seketika dan berusaha menarik nafas dalam-dalam karena dirasanya tubuhnya kekurangan asupan oksigen. “Apa kau baik-baik saja?” Tanya Jinki kemudian.
            “Bawa seseorang jika kau mau melihat kesana.” Yura menunjuk ruangan yang menjadi sumber bunyi pecahan kaca. “Aku khawatir sesuatu yang buruk terjadi disana.” Bisik Yura lirih.
            Seperti saran Yura, Jinki memanggil petugas jaga malam untuk menemaninya mengecek ruangan yang diduga sebagai asal bunyi pecahan kaca. Jinki, Yura dan seorang petugas jaga malam berjalan beriringan menuju ruangan tersebut. Sebuah ruangan yang terletak bersebelahan dengan lab bedah yang merupakan tempat pembunuhan Haneul tempo hari.
            “Hhhmmp.” Yura membekap mulutnya melihat pemandangan yang tersuguhkan ketika pintu ruangan dibuka oleh petugas jaga malam. Sesosok perempuan tergeletak di lantai ruangan tersebut.
            Jinki berjalan mendekati sosok perempuan tersebut, meraih tangannya untuk memeriksa nadi nya. Jinki menoleh kebelakang dan menggelengkan kepalanya seolah memberi tahu bahwa gadis dihadapannya itu sudah tidak bernyawa.
            Beberapa saat kemudian, petugas kepolisian datang dan mengamankan TKP. sementara itu  Jinki, Yura dan Petugas jaga malam sedang dimintai kesaksiannya oleh petugas dari kepolisian karena merekalah orang pertama yang menemukan mayat tersebut.
            “Korban Jung Nara mahasiswi ilmu kedokteran semester 6. Penyebab kematiannya−“
            “Kalium Sianida. Ia meninggal karena meminum cairan kalium sianida.” Jinki memotong penjelasan petugas kepolisian.
            “Bagaimana kau bisa tahu?” Tanya petugas kepolisian tersebut.
            “Bau almond. Ketika aku mendekati korban untuk memeriksa nadinya, aku mencium bau almond yang berasal dari mulutnya.” Ujar Jinki memberikan penjelasan.
            “Korban?”
            “Ya. karena aku melihat ada bekas goresan kuku diwajah korban. Kemungkinan ia dipaksa meminum cairan itu oleh si pelaku.
            Jinki baru saja keluar dari ruangan Dekan yang digunakan sebagai ruangan interogasi. Jinki meregangkan otot-otonya yang terasa kaku karena hampir dua jam ia menjawab pertanyaan dan beradu argumen dengan petugas kepolisian.
            “Jinki.” Panggil Yura pelan. Jinki tersenyum kearah Yura yang ternyata masih menunggunya. “Kemari!” Perintah Yura yang kemudian diikuti oleh Jinki. Yura menarik Jinki sedikit menjauh dari ruangan pemeriksaan. Ia membawa Jinki ke ujung koridor gedung B.
            “Ada apa?” Tanya Jinki penasaran.
            “Ada yang ingin aku sampaikan.” Ucap Yura dengan raut wajah yang serius. “Kau boleh percaya atau tidak, tapi aku sudah tau lebih dulu tentang pembunuhan yang terjadi dikampus kita bahkan sebelum aku tau akan ada korban pembunuhan” Jelas Yura kepada Jinki.
            “Maksudmu, apakah kau memiliki semacam kekuatan supranatural begitu?” Sahut Jinki merespon pengakuan Yura. Sejujurnya Jinki bukanlah orang yang percaya terhadap hal-hal gaib semacam itu, baginya segala sesuatu dapat dijelaskan secara ilmiah. Tapi melihat kepolosan dari Yura yang sarat akan kejujuran membuatnya sedikit mempertimbangkan lagi paham yang selama ini dianutnya tersebut.
            “Aku tidak merasa seperti itu, hanya saja....” Yura tidak melanjutkan kalimatnya ketika tiba-tiba telinganya berdengung dan suasana disekitarnya terasa mendadak sepi. Suara hiruk-pikuk polisi dan petugas forensik yang tengah menyelidiki kematian Nara tidak terdengar olehnya.
            “Hanya saja apa?” Tanya Jinki penasaran ketika Yura menggantungkan penjelasannya.
            “hhhh..” Nafas Yura tersengal. Gadis itu memgangi dadanya yang terasa sesak, ia mulai kesulitan bernafas dan hal itu tentu saja membuat Jinki panik.
            “Yura! Yura!” Panggil Jinki panik sembari menepuk-nepuk pipi gadis itu.
           
~~~ ~~~ ~~~
 
Minho berlari dengan cepat menuju lokasi kejadian. Sesungguhnya ia tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan dari Jonghyun−teman sekamarnya−yang bilang kalau Nara−mantan kekasih Minho−telah meninggal karena meminum racun. Minho menyeruak masuk melewati kerumunan wartawan yang sibuk meliput kejadian tersebut beserta polisi yang sepertinya tampak kewalahan menertibkan para pemburu berita itu.
            “Maaf, yang tidak berkepentingan dilarang masuk.” Cegah seorang petugas kepolisian yang sedang berjaga didepan pintu masuk.
            “Biarkan aku masuk, aku hanya ingin memastikan apakah korban adalah temanku atau bukan.” Pinta Minho dengan sedikit memaksa berharap polisi tersebut meloloskan keinginannya.
            “Baiklah, hanya melihat.” Polisi tersebut mengabulkan permintaan Minho. Minho tersenyum cerah karena permintaannya dikabulkan. Tidak ingin membuang waktu, pemuda bertubuh atletis itu berjalan masuk kedalam ruangan tersebut. “Hanya lima menit.” Tambah Polisi tersebut. Minho mengangguk dan melanjutkan langkahnya.
            Perlahan namun pasti, Minho membuka kain putih penutup tubuh jenazah. Ia mengangkat dan menarik kain itu perlahan-lahan hingga memperlihatkan wajah yang tersembunyi dibalik kain putih tersebut. Minho membelalakkan matanya, ia hampir tidak mempercayai dengan apa yang dilihatnya. Rasanya baru kemarin ia bertemu dengan Nara yang sedang diseret oleh petugas kepolisian namun kini ia melihat Nara yang hanya tinggal jasadnya saja. Timbul penyesalan dihati Minho, seandainya saja ia tidak egois mungkin hal seperti ini tidak akan terjadi. Nara yang dituduh sebagai pembunuh dan Nara yang tiba-tiba meninggal karena meminum racun, semua itu terjadi akibat ke-egoisan Minho. Setidaknya bisa saja Nara meminum racun karena ia depresi akibat tuduhan pembunuhan yang dituduhkan kepadanya. Minho menggelengkan kepalanya mencoba membuang fikiran buruknya. Setidaknya hingga saat ini sudah tiga orang mahasiswa Konkuk University yang meninggal secara tidak wajar, dan jika kematian Nara berkaitan dengan kematian Haneul dan Taemin maka Minho tidak akan tinggal diam. Setidaknya ia harus mencari tau tentang apa yang sedang menimpa kampusnya itu.
            “Waktunya sudah habis.” Seorang polisi memperingatkan Minho. Minho menutup kembali wajah Nara dengan kain putih yang disingkapnya tadi. Ia membungkuk sebentar sebagai permintaan maafnya untuk Nara. Kemudian ia berjalan keluar ruangan tersebut.
            Minho berjalan hendak menuju danau yang terletak dibelakang kampus. Setidaknya hanya tempat itu yang bisa menenangkan dirinya ketika ia sedang kacau. Langkah Minho terhenti ketika ia melintasi gedung B. Matanya menangkap sosok lelaki dan perempuan di ujung koridor. Merasa penasaran dengan apa yang dilakukan oleh lelaki dan perempuan tersebut, Minho mengganti tujuannya dan menghampiri lelaki dan perempuan tersebut.
            “Apa yang terjadi?” Tanya Minho penasaran begitu melihat si laki-laki menepuk-nepuk pipi si perempuan.
            “Ah, ini temanku tiba-tiba sesak nafas.” Sahut si laki-laki tanpa menoleh.
            “Mari kubantu.” Minho membungkukkan badannya sedangkan laki-laki tersebut menggeser tubuhnya agar tidak menghalangi Minho. Minho meletakkan kedua telapak tangannya di dada si perempuan dan menekannya beberapa kali untuk membantu proses pernafasannya.
            “hhhhh...” Gadis itu kini bernafas dengan normal. Minho mengangkat bagian atas tubuh gadis itu dan meletakkan kepala gadis itu dipangkuannya.
            “Temanmu sudah baik-baik saja, sebaiknya biarkan dia beristirahat. Apa kau tau dimana kamarnya?” Tanya Minho kemudian.
            “Ah, ya. sebelumnya terima kasih. Perkenalkan namaku Lee Jinki dan ini temanku Yura.” Jinki mengulurkan tangannya tanda perkenalan dan disambut oleh Minho, lalu kemudian mereka berdua tersenyum bersama. “Biar aku yang menggendongnya.” Ucap Jinki seraya menggendong Yura ala bridal style.
            “Baiklah Jinki, berhati-hatilah menjaga seorang gadis.” Pesan Minho sebelum Jinki pergi. Sebuah pesan yang sebenarnya lebih ditujukan untuk dirinya sendiri yang telah gagal menjaga dua orang gadis yang disayanginya.
            Jinki tersenyum dan berjalan meninggalkan Minho yang masih berdiri dan memperhatikannya dari ujung koridor.

~~~ ~~~ ~~~

            Hari ini praktek membedah. Sebuah praktek yang amat digemari oleh mahasiswa yang mengambil jurusan spesialis bedah. Tapi ternyata tidak semua mahasiswa menyukai praktek membedah meski mereka adalah calon ahli bedah. Salah seorang mahasiswi malah sibuk berdo’a meyakinkan dirinya ketika teman-temannya fokus mendengarkan penjelasan dari dosen.
            “Baiklah, kalian boleh membuka mayat yang ada didepan kalian dan bekerja samalah dengan anggota tim kalian untuk membedah mayat tersebut. Kalian bisa memulainya sekarang.” Perintah Dosen yang bertanggung jawab atas praktek membedah mayat tersebut dan disambut dengan suka cita oleh para mahasiswa nya.
            “Sora.” Panggil Yura begitu dilihatnya Sora−sahabatnya−sedang memandang kosong pada mayat dihadapannya tersebut. “Ayo kita lakukan bersama.” Ajak Yura memberikan semangat. Sora mengangguk dan mengambil alatnya.
            “Kalau tidak sanggup, tidak usah dipaksa.” Nasehat Jinki yang menyadari kalau tangan Sora bergetar.
            “Sebenarnya apa yang kau fikirkan?” Tanya Yura penasaran. Ia menghentikan aktifitasnya dan memandang Sora lekat. Saat ini Jinki, Yura dan Sora berada dalam satu kelompok. Sebenarnya satu kelompok terdiri dari empat orang, dan teman sekelompok mereka yang satunya lagi adalah Lee Taemin. Namun karena Taemin telah meninggal maka mereka hanya tinggal bertiga saja.
            “Aku hanya berfikir, bagaimana perasaan keluarga mayat ini jika tau kita membedah mayatnya sekedar untuk praktek.” Sora menyuarakan fikiran yang berkecamuk dikepalanya sejak tadi.
            “Kalau kau mau membedah hewan, seharusnya kau ambil jurusan spesialis hewan.” Cetus Yura yang tidak sepaham dengan pemikiran Sora.
            “Tapi yang dibilang Sora ada benarnya juga, kenapa kita tidak mencari tau darimana mayat-mayat ini berasal?” Timpal Jinki yang sepertinya setuju dengan pemikiran Sora.
            “Lalu, apa yang ingin kau lakukan?” Tanya Yura sedikit sinis karena mencium ketidak beresan dari gerak-gerik Jinki.
            “Akan aku beritahukan nanti.” Jawab Jinki sembari tersenyum penuh arti.

~~~ ~~~ ~~~

            “Apa? Menyelinap keruang Professor?” Tanya Sora tak percaya dengan ide konyol yang dilontarkan Jinki. Saat ini Sora, Jinki dan Yura sedang duduk dikantin kampus sekedar beristirahat setelah praktek membedah mayat.
            Jinki mengangguk membenarkan. “Aku sudah pernah mengecek data mayat yang digunakan untuk praktek membedah di pusat informasi mahasiswa namun tidak ditemukan. Kurasa untuk hal ini hanya pihak universitas yang mengetahuinya.”
            “Lalu, kenapa kau berfikir bahwa kau bisa menemukan data tersebut di ruangan Professor Choi?” Yura ikut menimpali.
            “Professor Choi memang bukanlah orang yang memiliki jabatan tinggi dikampus ini. Tapi dia adalah orang yang sangat disegani dan dihormati baik dilingkungan kampus maupun dikalangan dokter dan kepolisian. Beliau ahli bedah ternama dan terbaik di Korea, bahkan beliau termasuk salah satu diantara sepuluh ahli bedah terbaik di dunia. Dan kabarnya beliau juga pernah bergabung dengan petugas forensik, mendeteksi kematian korban tanpa alat.” Jelas Jinki panjang lebar.
            “Sehebat itukah Professor Choi?” Tanya Sora dengan mata yang hampir tak berkedip.
            “Tentu saja. Bahkan beliau juga memiliki kemampuan analisis yang tinggi. Beliau juga pernah ditawari untuk bergabung dengan kelompok Detektif dari Kepolisian Pusat.” Imbuh Jinki lagi.
            “Terus... apa hubungannya dengan data mayat? Apakah Professor Choi menyimpan data-data seperti itu? bukankah lebih masuk akal jika kita mencarinya di bagian administrasi?” Papar Yura menyuarakan pendapatnya.
            “Itu mudah saja, sebuah fakta yang tidak kalian ketahui bahwa Professor Choi adalah pemilik Konkuk University.” Ucap Jinki setengah berbisik.
            “Benarkah? Ternyata dia orang hebat.” Sahut Sora antusias.
            “Ck,segala kelebihan yang dimilikinya itu malah membuatku berfikir kalau ia adalah orang yang mengerikan.” Cetus Yura sembari menerawang memikirkan sesuatu yang tiba-tiba terlintas dibenaknya.

~~~ ~~~ ~~~

            “Jinki apa kau yakin akan melakukannya?” Bisik Yura yang berjalan mengendap-endap dibelakang Jinki.
            “Tentu saja. Aku sudah memikirkan ini baik-baik.” Jawab Jinki tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan yang dilalui-nya. Sedikit bersikap waspada memastikan keadaan mereka aman. Saat ini Yura dan Jinki sedang dalam perjalanan menuju ruangan Professor Choi untuk mencari data mayat yang digunakan dalam praktek membedah. Sora tidak ikut karena gadis itu bisa dibilang sedikit penakut. Tidak seperti Yura yang tidak takut akan hal apapun karena pengalaman hidupnya selama ini.
            “Bagaimana kau akan membuka pintunya?” Tanya Yura dengan nada seperti menantang mengingat pintu ruangan yang hanya bisa dibuka menggunakan semacam kartu pengenal dan tentu saja tidak bisa dibuka dengan menggunakan kawat seperti pintu-pintu biasa.
            “Just wait and see!” Jinki mengeluarkan Ipad nya dan memasangkan semacam kabel di Ipad nya dan dihubungkan dengan celah kecil yang terdapat pada pintu−tempat dipasangnya sensor−dan mulai mengakses mencari kode pada pintu tersebut melalui Ipad nya. “Gotcha.” Hanya butuh waktu kurang dari lima menit Jinki berhasil membobol sistem kemanan pintu tersebut. “Ayo!” Ajak Jinki kepada Yura begitu pintu ruangan Professor terbuka.
            Saat ini, Jinki dan Yura sibuk menjelajahi isi kantor Professor Choi. Jinki sedang mencoba membajak Computer−yang diduga menyimpan data mayat yang masuk ke Universitas−diruangan tersebut sementara Yura sedang memeriksa dokumen-dokumen yang berjajar rapi disebuah lemari.
            “Apa yang kalian lakukan disini?” Sebuah suara mengagetkan keduanya. Baik Yura maupun Jinki, mereka berdua menghentikan aktifitas mereka masing-masing.
            “Kau, bukankah kau Lee Jinki?” Ucap suara itu sehingga membuat Jinki mengalihkan pandangannya−dari layar komputer−melihat orang yang kini telah berdiri dengan jarak dua meter didepannya.
            “Kenalkan, aku Choi Minho.” Lelaki dihadapan Jinki memperkenalkan dirinya.
            “Minho? Kau kan yang menolong Yura waktu itu.” Jawab Jinki sedikit melupakan kekhawatirannya akan kehadiran Minho.
            “Boleh aku tau apa yang kalian lakukan disini?” Tanya Minho penasaran.
            “Bukan apa-apa, kami hanya bermain. Kalau begitu kami permisi.” Jawab Yura cepat seraya menarik Jinki secara paksa agar mengikutinya keluar dari ruangan tersebut.
            Minho menautkan kedua alisnya, tidak percaya dengan apa yang diucapkan Yura. “Apa kalian yakin akan pergi sebelum mendapatkan apa yang kalian inginkan?” Pertanyaan Minho membuat keduanya mengentikan langkah mereka. Minho tersenyum karena tepat seperti dugaannya kalau kedua orang itu memang sedang mencari sesuatu. “Kalian boleh melakukannya tapi dengan satu syarat.....” Minho menggantungkan kalinatnya.
            “Apa syaratnya?” Tanya Jinki antusias mendengar tawaran Minho.
            “Ada yang perlu kucari juga disini, jadi aku harap kalian bisa tutup mulut tentang hal ini.” Jawab Minho menjelaskan.
            “Baiklah, asal kau juga bisa tutup mulut tentang kami.” Sahut Jinki menerima tawaran dari Minho.
            Setelah itu, mereka mulai sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Jinki berkutat dengan Komputer dan Ipadnya, Yura berkutat dengan Dokumen sementara Minho sibuk memeriksa dokumen yang terletak disebuah rak.
            “Aku menemukannya.” Ucap Jinki semangat ketika ia berhasil mendapatkan data yang dicarinya, dan hal itu tentu saja menarik perhatian Yura dan Minho yang kemudian  menghentikan aktifitasnya dan berjalan mendekati Jinki.
            “Disini tercatat sebagian besar mayat yang digunakan untuk praktek membedah adalah mayat yang tidak memiliki identitas ataupun mayat yang tidak diambil oleh keluarganya. Apakah kita perlu menunjukkannya kepada Sora?” Tanya Jinki sembari menoleh kearah Yura sementara Yura hanya mengangkat bahu-nya seolah menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Jinki.
            “Dibanding itu, aku menemukan hal yang lebih menarik.” Ucap Yura kemudian.
            “Apa?” Tanya Jinki dan Minho serempak.
            “Ini.” Yura menunjukkan sebuah dokumen yang terjilid rapi.
            Minho merebut dokumen tersebut dari tangan Yura. Ia membuka dan membaca dokumen tersebut dengan seksama.
            “Sebaiknya kita segera pergi dari sini sebelum ketahuan.” Usul Yura dan disambut dengan anggukan kepala oleh Jinki.
            “Aku akan membawa dokumen ini.” Minho memasukkan dokumen yang dipegangnya itu kedalam jaketnya.
            “Terserah padamu, tapi kami tidak ikut campur.” Sahut Jinki seraya merapikan komputer dan Ipad nya.

~~~ ~~~ ~~~

            Saat ini Minho dan Jinki sedang mengantarkan Yura kembali ke kamarnya. mereka berjalan dalam diam, tidak ada yang membuka pembicaraan diantara mereka. Semuanya sibuk dengan fikiran masing-masing.
            “Sudah sampai, terima kasih sudah mengantarku.” Suara Yura memecahkan keheningan diantara mereka. “Kalian segera kembali kekamar dan istirahat ya.” Pesan Yura kemudian.
            Minho dan Jinki tersenyum menanggapi pesan dari Yura. Minho membungkuk dan berbalik hendak pergi meninggalkan tempat itu sementara Jinki masih setia berdiri disana.
            “Ada apa?” Tanya Yura penasaran melihat Jinki yang tidak beranjak dari tempatnya berdiri.
            “Tidak ada, hanya ingin bilang kalau ada apa-apa segera hubungi aku ya.” Jinki tersenyum seraya menyentuh puncak kepala Yura. Ia tersenyum manis dan membungkuk sebentar lalu berbalik dan berjalan menyusul Minho yang telah berjalan terlebih dulu.
            Yura memegangi pipinya yang memanas. Semburat merah muncul dipipinya, entah mengapa ia merasa malu sendiri dengan perlakuan Jinki barusan.
            Yura masuk kedalam kamarnya, ia menyalakan lampu kamar dan mengganti pakaiannya dengan piyama tidur bermotif bunga. Setelah selesai mengganti pakaiannya, Yura berjalan menuju kasurnya. Ia hendak merebahkan badannya diatas kasur ketika ia menyadari kalau Sora−teman sekamarnya−tidak ada disana. Yura bernajak dari kasurnya dan berjalan menuju kasur Yura. Ia menyibakkan selimut yang ternyata hanya menutupi sebuah guling. Kali ini Yura panik, ia takut terjadi sesuatu dengan Sora. Buru-buru Yura megambil ponselnya yang diletakkan diatas meja belajar. Ia mencari nama Jinki di daftar telepon dan menekan tombol hijau. Ia menelepon Jinki berharap lelaki itu belum tidur.
            “Jinki, Sora menghilang! Aku takut terjadi sesuatu dengannya.” Seru Yura panik begitu Jinki mengangkat telponya bahkan ia tidak memberi kesempatan kepada Jinki untuk sekedar menyahut panggilannya.
            “Tenang, kebetulan aku dan Minho masih dijalan menuju asrama. Kalau begitu kami akan mencari Sora, kau tunggu saja dikamar dan jangan kemana-mana ya?” Sahut Jinki dari seberang.
            “Baiklah, segera kabari aku kalau kalian sudah menemukan Sora.” Jawab Yura kemudian. Gadis itu mengakhiri panggilan teleponnya. Ia meletakkan ponselnya kembali diatas meja belajar sementara dirinya duduk termenung didepan meja belajarnya. Ia tidak jadi tidur karena terlalu khawatir dengan keadaan Sora.
            Hampir dua jam Yura menuggu namun Sora tak kunjung kembali. Bahkan sampai saat ini ia juga belum memperoleh kabar apapun dari Jinki. Yura melihat jam yang bertengger manis dimeja  belajarnya dan dilihatnya waku menunjukkan pukul dua pagi. Gadis itu tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Ia beranjak dari duduknya dan meraih sepatu flat nya. Setelah mengenakan sepatu, ia mematikan lampu kamar dan berjalan keluar kamar. Tujuannya hanya satu yaitu mencari Sora.
            Yura berjalan menyusuri gedung yang menjadi lokasi kematian teman-temannya. Sekelebat ingatan kembali terbayang olehnya tentang kematian Haenul, Taemin dan Nara. Juga tentang mimpinya yang berkaitan dengan Haneul, Taemin dan Nara. Yura menepuk pipinya perlahan seolah menyadarkan dirinya kalau semua itu hanya kebetulan dan ia yakin selagi ia tidak ngantuk ataupun tertidur maka ia tidak akan mendapatkan mimpi buruk itu lagi.
            “hhhhh...” Yura kembali merasakan sesak nafas. Ia memegangi dadanya dan bersandar pada dinding. Jika sebelumnya ada Jinki ataupun Sora yang menolongnya ketika ia sesak nafas maka kali ini tidak ada siapapun kecuali dirinya sendiri. Dengan susah payah Yura berusaha meraih ponsel yang berada didalam saku piyama nya dan menekan speed dial nomor 3. Yura mulai kehilangan kesadarannya dan pandangannya mulai gelap. Ia sempat melihat seseorang menghampirinya sebelum kesadarannya benar-benar hilang.

TBC

No comments:

Post a Comment