Title
: Nightmare [Part 3]
Author : Nysa
Main Cast : Lee Jinki, Kang Yura, Choi Minho
Support Cast : Lee Taemin, Cho
Sora, Jung Nara, Shin Haneul, Prof.Choi
Length : Sequel
Genre : Mystery,
Horror, Thriller, Friendship
Rating : PG 15
Disclaimer :
Semua Tokoh dan karakter dicerita ini hanyalah imajinasi saya.
Ide dan isi cerita juga semuanya hanya
imajinasi saya, tidak ada unsur
Plagiat.
NIGHTMARE [Part 2]
Malam
itu, Yura sedang membaca buku panduan tentang membedah tubuh manusia ketika
tiba-tiba Sora datang menghampirinya.
“Yura, lusa kita praktek membedah.
Minggu lalu aku tidak melakukannya karena belum siap dan kurasa lusa pun aku
masih belum bisa melakukannya.” Sora membuka pembicaraan.
Yura mengalihkan pandangannya kepada
Sora. Dilihatnya gadis itu tertunduk lesu menyadari kelemahannya.
“So~ kita itu calon dokter bedah.
Bagaimana mungkin dokter bedah tidak berani membedah?” ujar Yura sarkatis.
Yura bangkit dari kursinya dan
berjalan menuju lemari pakaian. Ia mengambil jumper berwarna hitam lalu
mengenakannya. “Aku mau keluar sebentar.” Pamit Yura kepada Sora yang dijawab
dengan anggukan oleh Sora.
Yura berjalan disekitar taman yang
terletak disebelah timur asrama nya. Gadis itu bejalan perlahan-lahan sambil
memandangi langit malam. Ia berhenti disebuah kursi panjang yang terletak di
taman tersebut. Gadis itu melipat tangannya di dada berusaha menghangatkan
tubuhnya yang mulai kedinginan karena terpaan angin malam.
“Kau belum tidur?” Sebuah suara
mengagetkan Yura. Gadis itu tersentak dan menoleh kebelakang. Dilihatnya Jinki
sudah berdiri di belakangnya dengan senyuman yang selalu menghiasi bibirnya.
Jinki berjalan memutari kursi taman
dan kemudian ia duduk tepat di samping Yura. Yura menatap Jinki dengan tatapan
horor. Sejujurnya ia terkejut dengan kemunculan Jinki yang tiba-tiba dan
sebenarnya ia juga takut kalau ketahuan oleh kepala asrama karena sedang
berduaan dengan laki-laki di malam hari.
“Apa kau baik-baik saja?” Tanya
Jinki tiba-tiba. Yura mengerutkan keningnya merasa aneh dengan pertanyaan
Jinki. “Aku melihatmu berlari ketakutan sehabis melihat mayat Taemin. Apa
sekarang perasaanmu sudah menjadi lebih baik?” Imbuhnya lagi.
“Ya, aku rasa sekarang aku sudah
lebih baik.” Jawab Yura sekenanya. Sejujurnya peasaannya sedang tidak baik.
Bahkan malam ini ia sengaja tidak tidur karena takut akan mendapat mimpi buruk
lagi.
PRAAANG
Terdengar suara pecahan kaca dari
gedung yang berada disebelah asrama putri. Jinki dan Yura saling berpandangan.
Sungguh perasaan mereka saat ini tidak enak mengingat kejadian yang akhir-akhir
ini menimpa beberapa teman-temannya.
“Apa yang terjadi?” Tanya Yura
panik. Ia takut kalau sesuatu yang buruk telah terjadi.
“Aku akan memeriksanya.” Ucap Jinki
sembari berdiri dari kursi. Namun tiba-tiba Yura menarik lengan Jinki. Jinki
menoleh kearah Yura dan dilihatnya gadis itu tengah bergetar ketakutan. Yura
menutup matanya sembari memegang kepalanya.
Seorang gadis tergeletak dilantai dengan
tangan yang berusaha mencekik lehernya sendiri. Tubuhnya kejang-kejang dengan
tangan yang terus-terusan mencekik lehernya.
“Yura! Yura! “ Panggilan Jinki
membuat Yura tersadar. Gadis itu membuka matanya seketika dan berusaha menarik
nafas dalam-dalam karena dirasanya tubuhnya kekurangan asupan oksigen. “Apa kau
baik-baik saja?” Tanya Jinki kemudian.
“Bawa seseorang jika kau mau melihat
kesana.” Yura menunjuk ruangan yang menjadi sumber bunyi pecahan kaca. “Aku
khawatir sesuatu yang buruk terjadi disana.” Bisik Yura lirih.
Seperti saran Yura, Jinki memanggil
petugas jaga malam untuk menemaninya mengecek ruangan yang diduga sebagai asal
bunyi pecahan kaca. Jinki, Yura dan seorang petugas jaga malam berjalan
beriringan menuju ruangan tersebut. Sebuah ruangan yang terletak bersebelahan
dengan lab bedah yang merupakan tempat pembunuhan Haneul tempo hari.
“Hhhmmp.” Yura membekap mulutnya
melihat pemandangan yang tersuguhkan ketika pintu ruangan dibuka oleh petugas
jaga malam. Sesosok perempuan tergeletak di lantai ruangan tersebut.
Jinki berjalan mendekati sosok
perempuan tersebut, meraih tangannya untuk memeriksa nadi nya. Jinki menoleh
kebelakang dan menggelengkan kepalanya seolah memberi tahu bahwa gadis
dihadapannya itu sudah tidak bernyawa.
Beberapa saat kemudian, petugas
kepolisian datang dan mengamankan TKP. sementara itu Jinki, Yura dan Petugas jaga malam sedang
dimintai kesaksiannya oleh petugas dari kepolisian karena merekalah orang
pertama yang menemukan mayat tersebut.
“Korban Jung Nara mahasiswi ilmu
kedokteran semester 6. Penyebab kematiannya−“
“Kalium Sianida. Ia meninggal karena
meminum cairan kalium sianida.” Jinki memotong penjelasan petugas kepolisian.
“Bagaimana kau bisa tahu?” Tanya
petugas kepolisian tersebut.
“Bau almond. Ketika aku mendekati
korban untuk memeriksa nadinya, aku mencium bau almond yang berasal dari
mulutnya.” Ujar Jinki memberikan penjelasan.
“Korban?”
“Ya. karena aku melihat ada bekas
goresan kuku diwajah korban. Kemungkinan ia dipaksa meminum cairan itu oleh si
pelaku.
Jinki baru saja keluar dari ruangan
Dekan yang digunakan sebagai ruangan interogasi. Jinki meregangkan otot-otonya
yang terasa kaku karena hampir dua jam ia menjawab pertanyaan dan beradu
argumen dengan petugas kepolisian.
“Jinki.” Panggil Yura pelan. Jinki
tersenyum kearah Yura yang ternyata masih menunggunya. “Kemari!” Perintah Yura
yang kemudian diikuti oleh Jinki. Yura menarik Jinki sedikit menjauh dari
ruangan pemeriksaan. Ia membawa Jinki ke ujung koridor gedung B.
“Ada apa?” Tanya Jinki penasaran.
“Ada yang ingin aku sampaikan.” Ucap
Yura dengan raut wajah yang serius. “Kau boleh percaya atau tidak, tapi aku
sudah tau lebih dulu tentang pembunuhan yang terjadi dikampus kita bahkan
sebelum aku tau akan ada korban pembunuhan” Jelas Yura kepada Jinki.
“Maksudmu, apakah kau memiliki
semacam kekuatan supranatural begitu?” Sahut Jinki merespon pengakuan Yura.
Sejujurnya Jinki bukanlah orang yang percaya terhadap hal-hal gaib semacam itu,
baginya segala sesuatu dapat dijelaskan secara ilmiah. Tapi melihat kepolosan
dari Yura yang sarat akan kejujuran membuatnya sedikit mempertimbangkan lagi
paham yang selama ini dianutnya tersebut.
“Aku tidak merasa seperti itu, hanya
saja....” Yura tidak melanjutkan kalimatnya ketika tiba-tiba telinganya berdengung
dan suasana disekitarnya terasa mendadak sepi. Suara hiruk-pikuk polisi dan
petugas forensik yang tengah menyelidiki kematian Nara tidak terdengar olehnya.
“Hanya saja apa?” Tanya Jinki
penasaran ketika Yura menggantungkan penjelasannya.
“hhhh..” Nafas Yura tersengal. Gadis
itu memgangi dadanya yang terasa sesak, ia mulai kesulitan bernafas dan hal itu
tentu saja membuat Jinki panik.
“Yura! Yura!” Panggil Jinki panik
sembari menepuk-nepuk pipi gadis itu.
~~~
~~~ ~~~
Minho
berlari dengan cepat menuju lokasi kejadian. Sesungguhnya ia tidak percaya
dengan apa yang didengarnya barusan dari Jonghyun−teman sekamarnya−yang bilang
kalau Nara−mantan kekasih Minho−telah meninggal karena meminum racun. Minho
menyeruak masuk melewati kerumunan wartawan yang sibuk meliput kejadian
tersebut beserta polisi yang sepertinya tampak kewalahan menertibkan para
pemburu berita itu.
“Maaf, yang tidak berkepentingan
dilarang masuk.” Cegah seorang petugas kepolisian yang sedang berjaga didepan
pintu masuk.
“Biarkan aku masuk, aku hanya ingin
memastikan apakah korban adalah temanku atau bukan.” Pinta Minho dengan sedikit
memaksa berharap polisi tersebut meloloskan keinginannya.
“Baiklah, hanya melihat.” Polisi
tersebut mengabulkan permintaan Minho. Minho tersenyum cerah karena
permintaannya dikabulkan. Tidak ingin membuang waktu, pemuda bertubuh atletis
itu berjalan masuk kedalam ruangan tersebut. “Hanya lima menit.” Tambah Polisi
tersebut. Minho mengangguk dan melanjutkan langkahnya.
Perlahan namun pasti, Minho membuka
kain putih penutup tubuh jenazah. Ia mengangkat dan menarik kain itu
perlahan-lahan hingga memperlihatkan wajah yang tersembunyi dibalik kain putih
tersebut. Minho membelalakkan matanya, ia hampir tidak mempercayai dengan apa
yang dilihatnya. Rasanya baru kemarin ia bertemu dengan Nara yang sedang
diseret oleh petugas kepolisian namun kini ia melihat Nara yang hanya tinggal
jasadnya saja. Timbul penyesalan dihati Minho, seandainya saja ia tidak egois
mungkin hal seperti ini tidak akan terjadi. Nara yang dituduh sebagai pembunuh
dan Nara yang tiba-tiba meninggal karena meminum racun, semua itu terjadi
akibat ke-egoisan Minho. Setidaknya bisa saja Nara meminum racun karena ia
depresi akibat tuduhan pembunuhan yang dituduhkan kepadanya. Minho menggelengkan
kepalanya mencoba membuang fikiran buruknya. Setidaknya hingga saat ini sudah
tiga orang mahasiswa Konkuk University yang meninggal secara tidak wajar, dan
jika kematian Nara berkaitan dengan kematian Haneul dan Taemin maka Minho tidak
akan tinggal diam. Setidaknya ia harus mencari tau tentang apa yang sedang
menimpa kampusnya itu.
“Waktunya sudah habis.” Seorang
polisi memperingatkan Minho. Minho menutup kembali wajah Nara dengan kain putih
yang disingkapnya tadi. Ia membungkuk sebentar sebagai permintaan maafnya untuk
Nara. Kemudian ia berjalan keluar ruangan tersebut.
Minho berjalan hendak menuju danau
yang terletak dibelakang kampus. Setidaknya hanya tempat itu yang bisa
menenangkan dirinya ketika ia sedang kacau. Langkah Minho terhenti ketika ia
melintasi gedung B. Matanya menangkap sosok lelaki dan perempuan di ujung
koridor. Merasa penasaran dengan apa yang dilakukan oleh lelaki dan perempuan
tersebut, Minho mengganti tujuannya dan menghampiri lelaki dan perempuan
tersebut.
“Apa yang terjadi?” Tanya Minho
penasaran begitu melihat si laki-laki menepuk-nepuk pipi si perempuan.
“Ah, ini temanku tiba-tiba sesak
nafas.” Sahut si laki-laki tanpa menoleh.
“Mari kubantu.” Minho membungkukkan
badannya sedangkan laki-laki tersebut menggeser tubuhnya agar tidak menghalangi
Minho. Minho meletakkan kedua telapak tangannya di dada si perempuan dan
menekannya beberapa kali untuk membantu proses pernafasannya.
“hhhhh...” Gadis itu kini bernafas
dengan normal. Minho mengangkat bagian atas tubuh gadis itu dan meletakkan
kepala gadis itu dipangkuannya.
“Temanmu sudah baik-baik saja,
sebaiknya biarkan dia beristirahat. Apa kau tau dimana kamarnya?” Tanya Minho
kemudian.
“Ah, ya. sebelumnya terima kasih.
Perkenalkan namaku Lee Jinki dan ini temanku Yura.” Jinki mengulurkan tangannya
tanda perkenalan dan disambut oleh Minho, lalu kemudian mereka berdua tersenyum
bersama. “Biar aku yang menggendongnya.” Ucap Jinki seraya menggendong Yura ala
bridal style.
“Baiklah Jinki, berhati-hatilah
menjaga seorang gadis.” Pesan Minho sebelum Jinki pergi. Sebuah pesan yang
sebenarnya lebih ditujukan untuk dirinya sendiri yang telah gagal menjaga dua
orang gadis yang disayanginya.
Jinki tersenyum dan berjalan meninggalkan
Minho yang masih berdiri dan memperhatikannya dari ujung koridor.
~~~
~~~ ~~~
Hari ini praktek membedah. Sebuah praktek
yang amat digemari oleh mahasiswa yang mengambil jurusan spesialis bedah. Tapi
ternyata tidak semua mahasiswa menyukai praktek membedah meski mereka adalah
calon ahli bedah. Salah seorang mahasiswi malah sibuk berdo’a meyakinkan
dirinya ketika teman-temannya fokus mendengarkan penjelasan dari dosen.
“Baiklah, kalian boleh membuka mayat
yang ada didepan kalian dan bekerja samalah dengan anggota tim kalian untuk
membedah mayat tersebut. Kalian bisa memulainya sekarang.” Perintah Dosen yang
bertanggung jawab atas praktek membedah mayat tersebut dan disambut dengan suka
cita oleh para mahasiswa nya.
“Sora.” Panggil Yura begitu
dilihatnya Sora−sahabatnya−sedang memandang kosong pada mayat dihadapannya
tersebut. “Ayo kita lakukan bersama.” Ajak Yura memberikan semangat. Sora
mengangguk dan mengambil alatnya.
“Kalau tidak sanggup, tidak usah
dipaksa.” Nasehat Jinki yang menyadari kalau tangan Sora bergetar.
“Sebenarnya apa yang kau fikirkan?”
Tanya Yura penasaran. Ia menghentikan aktifitasnya dan memandang Sora lekat.
Saat ini Jinki, Yura dan Sora berada dalam satu kelompok. Sebenarnya satu
kelompok terdiri dari empat orang, dan teman sekelompok mereka yang satunya
lagi adalah Lee Taemin. Namun karena Taemin telah meninggal maka mereka hanya
tinggal bertiga saja.
“Aku hanya berfikir, bagaimana
perasaan keluarga mayat ini jika tau kita membedah mayatnya sekedar untuk
praktek.” Sora menyuarakan fikiran yang berkecamuk dikepalanya sejak tadi.
“Kalau kau mau membedah hewan,
seharusnya kau ambil jurusan spesialis hewan.” Cetus Yura yang tidak sepaham
dengan pemikiran Sora.
“Tapi yang dibilang Sora ada
benarnya juga, kenapa kita tidak mencari tau darimana mayat-mayat ini berasal?”
Timpal Jinki yang sepertinya setuju dengan pemikiran Sora.
“Lalu, apa yang ingin kau lakukan?”
Tanya Yura sedikit sinis karena mencium ketidak beresan dari gerak-gerik Jinki.
“Akan aku beritahukan nanti.” Jawab
Jinki sembari tersenyum penuh arti.
~~~
~~~ ~~~
“Apa? Menyelinap keruang Professor?”
Tanya Sora tak percaya dengan ide konyol yang dilontarkan Jinki. Saat ini Sora,
Jinki dan Yura sedang duduk dikantin kampus sekedar beristirahat setelah
praktek membedah mayat.
Jinki mengangguk membenarkan. “Aku
sudah pernah mengecek data mayat yang digunakan untuk praktek membedah di pusat
informasi mahasiswa namun tidak ditemukan. Kurasa untuk hal ini hanya pihak universitas
yang mengetahuinya.”
“Lalu, kenapa kau berfikir bahwa kau
bisa menemukan data tersebut di ruangan Professor Choi?” Yura ikut menimpali.
“Professor Choi memang bukanlah
orang yang memiliki jabatan tinggi dikampus ini. Tapi dia adalah orang yang
sangat disegani dan dihormati baik dilingkungan kampus maupun dikalangan dokter
dan kepolisian. Beliau ahli bedah ternama dan terbaik di Korea, bahkan beliau
termasuk salah satu diantara sepuluh ahli bedah terbaik di dunia. Dan kabarnya
beliau juga pernah bergabung dengan petugas forensik, mendeteksi kematian
korban tanpa alat.” Jelas Jinki panjang lebar.
“Sehebat itukah Professor Choi?”
Tanya Sora dengan mata yang hampir tak berkedip.
“Tentu saja. Bahkan beliau juga
memiliki kemampuan analisis yang tinggi. Beliau juga pernah ditawari untuk
bergabung dengan kelompok Detektif dari Kepolisian Pusat.” Imbuh Jinki lagi.
“Terus... apa hubungannya dengan
data mayat? Apakah Professor Choi menyimpan data-data seperti itu? bukankah
lebih masuk akal jika kita mencarinya di bagian administrasi?” Papar Yura
menyuarakan pendapatnya.
“Itu mudah saja, sebuah fakta yang
tidak kalian ketahui bahwa Professor Choi adalah pemilik Konkuk University.”
Ucap Jinki setengah berbisik.
“Benarkah? Ternyata dia orang
hebat.” Sahut Sora antusias.
“Ck,segala kelebihan yang
dimilikinya itu malah membuatku berfikir kalau ia adalah orang yang
mengerikan.” Cetus Yura sembari menerawang memikirkan sesuatu yang tiba-tiba
terlintas dibenaknya.
~~~
~~~ ~~~
“Jinki apa kau yakin akan
melakukannya?” Bisik Yura yang berjalan mengendap-endap dibelakang Jinki.
“Tentu saja. Aku sudah memikirkan
ini baik-baik.” Jawab Jinki tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan yang
dilalui-nya. Sedikit bersikap waspada memastikan keadaan mereka aman. Saat ini
Yura dan Jinki sedang dalam perjalanan menuju ruangan Professor Choi untuk
mencari data mayat yang digunakan dalam praktek membedah. Sora tidak ikut
karena gadis itu bisa dibilang sedikit penakut. Tidak seperti Yura yang tidak
takut akan hal apapun karena pengalaman hidupnya selama ini.
“Bagaimana kau akan membuka
pintunya?” Tanya Yura dengan nada seperti menantang mengingat pintu ruangan
yang hanya bisa dibuka menggunakan semacam kartu pengenal dan tentu saja tidak
bisa dibuka dengan menggunakan kawat seperti pintu-pintu biasa.
“Just wait and see!” Jinki
mengeluarkan Ipad nya dan memasangkan semacam kabel di Ipad nya dan dihubungkan
dengan celah kecil yang terdapat pada pintu−tempat dipasangnya sensor−dan mulai
mengakses mencari kode pada pintu tersebut melalui Ipad nya. “Gotcha.” Hanya
butuh waktu kurang dari lima menit Jinki berhasil membobol sistem kemanan pintu
tersebut. “Ayo!” Ajak Jinki kepada Yura begitu pintu ruangan Professor terbuka.
Saat ini, Jinki dan Yura sibuk
menjelajahi isi kantor Professor Choi. Jinki sedang mencoba membajak
Computer−yang diduga menyimpan data mayat yang masuk ke Universitas−diruangan
tersebut sementara Yura sedang memeriksa dokumen-dokumen yang berjajar rapi
disebuah lemari.
“Apa yang kalian lakukan disini?”
Sebuah suara mengagetkan keduanya. Baik Yura maupun Jinki, mereka berdua
menghentikan aktifitas mereka masing-masing.
“Kau, bukankah kau Lee Jinki?” Ucap
suara itu sehingga membuat Jinki mengalihkan pandangannya−dari layar
komputer−melihat orang yang kini telah berdiri dengan jarak dua meter
didepannya.
“Kenalkan, aku Choi Minho.” Lelaki
dihadapan Jinki memperkenalkan dirinya.
“Minho? Kau kan yang menolong Yura
waktu itu.” Jawab Jinki sedikit melupakan kekhawatirannya akan kehadiran Minho.
“Boleh aku tau apa yang kalian
lakukan disini?” Tanya Minho penasaran.
“Bukan apa-apa, kami hanya bermain.
Kalau begitu kami permisi.” Jawab Yura cepat seraya menarik Jinki secara paksa
agar mengikutinya keluar dari ruangan tersebut.
Minho menautkan kedua alisnya, tidak
percaya dengan apa yang diucapkan Yura. “Apa kalian yakin akan pergi sebelum
mendapatkan apa yang kalian inginkan?” Pertanyaan Minho membuat keduanya
mengentikan langkah mereka. Minho tersenyum karena tepat seperti dugaannya
kalau kedua orang itu memang sedang mencari sesuatu. “Kalian boleh melakukannya
tapi dengan satu syarat.....” Minho menggantungkan kalinatnya.
“Apa syaratnya?” Tanya Jinki
antusias mendengar tawaran Minho.
“Ada yang perlu kucari juga disini,
jadi aku harap kalian bisa tutup mulut tentang hal ini.” Jawab Minho
menjelaskan.
“Baiklah, asal kau juga bisa tutup
mulut tentang kami.” Sahut Jinki menerima tawaran dari Minho.
Setelah itu, mereka mulai sibuk
dengan kegiatannya masing-masing. Jinki berkutat dengan Komputer dan Ipadnya,
Yura berkutat dengan Dokumen sementara Minho sibuk memeriksa dokumen yang
terletak disebuah rak.
“Aku menemukannya.” Ucap Jinki
semangat ketika ia berhasil mendapatkan data yang dicarinya, dan hal itu tentu
saja menarik perhatian Yura dan Minho yang kemudian menghentikan aktifitasnya dan berjalan
mendekati Jinki.
“Disini tercatat sebagian besar
mayat yang digunakan untuk praktek membedah adalah mayat yang tidak memiliki
identitas ataupun mayat yang tidak diambil oleh keluarganya. Apakah kita perlu
menunjukkannya kepada Sora?” Tanya Jinki sembari menoleh kearah Yura sementara
Yura hanya mengangkat bahu-nya seolah menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada
Jinki.
“Dibanding itu, aku menemukan hal
yang lebih menarik.” Ucap Yura kemudian.
“Apa?” Tanya Jinki dan Minho serempak.
“Ini.” Yura menunjukkan sebuah
dokumen yang terjilid rapi.
Minho merebut dokumen tersebut dari
tangan Yura. Ia membuka dan membaca dokumen tersebut dengan seksama.
“Sebaiknya kita segera pergi dari
sini sebelum ketahuan.” Usul Yura dan disambut dengan anggukan kepala oleh
Jinki.
“Aku akan membawa dokumen ini.”
Minho memasukkan dokumen yang dipegangnya itu kedalam jaketnya.
“Terserah padamu, tapi kami tidak
ikut campur.” Sahut Jinki seraya merapikan komputer dan Ipad nya.
~~~
~~~ ~~~
Saat ini Minho dan Jinki sedang
mengantarkan Yura kembali ke kamarnya. mereka berjalan dalam diam, tidak ada
yang membuka pembicaraan diantara mereka. Semuanya sibuk dengan fikiran
masing-masing.
“Sudah sampai, terima kasih sudah
mengantarku.” Suara Yura memecahkan keheningan diantara mereka. “Kalian segera
kembali kekamar dan istirahat ya.” Pesan Yura kemudian.
Minho dan Jinki tersenyum menanggapi
pesan dari Yura. Minho membungkuk dan berbalik hendak pergi meninggalkan tempat
itu sementara Jinki masih setia berdiri disana.
“Ada apa?” Tanya Yura penasaran
melihat Jinki yang tidak beranjak dari tempatnya berdiri.
“Tidak ada, hanya ingin bilang kalau
ada apa-apa segera hubungi aku ya.” Jinki tersenyum seraya menyentuh puncak
kepala Yura. Ia tersenyum manis dan membungkuk sebentar lalu berbalik dan
berjalan menyusul Minho yang telah berjalan terlebih dulu.
Yura memegangi pipinya yang memanas.
Semburat merah muncul dipipinya, entah mengapa ia merasa malu sendiri dengan
perlakuan Jinki barusan.
Yura masuk kedalam kamarnya, ia
menyalakan lampu kamar dan mengganti pakaiannya dengan piyama tidur bermotif
bunga. Setelah selesai mengganti pakaiannya, Yura berjalan menuju kasurnya. Ia
hendak merebahkan badannya diatas kasur ketika ia menyadari kalau Sora−teman
sekamarnya−tidak ada disana. Yura bernajak dari kasurnya dan berjalan menuju
kasur Yura. Ia menyibakkan selimut yang ternyata hanya menutupi sebuah guling.
Kali ini Yura panik, ia takut terjadi sesuatu dengan Sora. Buru-buru Yura
megambil ponselnya yang diletakkan diatas meja belajar. Ia mencari nama Jinki
di daftar telepon dan menekan tombol hijau. Ia menelepon Jinki berharap lelaki
itu belum tidur.
“Jinki, Sora menghilang! Aku takut
terjadi sesuatu dengannya.” Seru Yura panik begitu Jinki mengangkat telponya
bahkan ia tidak memberi kesempatan kepada Jinki untuk sekedar menyahut
panggilannya.
“Tenang, kebetulan aku dan Minho
masih dijalan menuju asrama. Kalau begitu kami akan mencari Sora, kau tunggu
saja dikamar dan jangan kemana-mana ya?” Sahut Jinki dari seberang.
“Baiklah, segera kabari aku kalau
kalian sudah menemukan Sora.” Jawab Yura kemudian. Gadis itu mengakhiri
panggilan teleponnya. Ia meletakkan ponselnya kembali diatas meja belajar
sementara dirinya duduk termenung didepan meja belajarnya. Ia tidak jadi tidur
karena terlalu khawatir dengan keadaan Sora.
Hampir dua jam Yura menuggu namun
Sora tak kunjung kembali. Bahkan sampai saat ini ia juga belum memperoleh kabar
apapun dari Jinki. Yura melihat jam yang bertengger manis dimeja belajarnya dan dilihatnya waku menunjukkan
pukul dua pagi. Gadis itu tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Ia beranjak dari
duduknya dan meraih sepatu flat nya. Setelah mengenakan sepatu, ia mematikan
lampu kamar dan berjalan keluar kamar. Tujuannya hanya satu yaitu mencari Sora.
Yura berjalan menyusuri gedung yang
menjadi lokasi kematian teman-temannya. Sekelebat ingatan kembali terbayang
olehnya tentang kematian Haenul, Taemin dan Nara. Juga tentang mimpinya yang
berkaitan dengan Haneul, Taemin dan Nara. Yura menepuk pipinya perlahan seolah
menyadarkan dirinya kalau semua itu hanya kebetulan dan ia yakin selagi ia
tidak ngantuk ataupun tertidur maka ia tidak akan mendapatkan mimpi buruk itu
lagi.
“hhhhh...” Yura kembali merasakan
sesak nafas. Ia memegangi dadanya dan bersandar pada dinding. Jika sebelumnya
ada Jinki ataupun Sora yang menolongnya ketika ia sesak nafas maka kali ini
tidak ada siapapun kecuali dirinya sendiri. Dengan susah payah Yura berusaha
meraih ponsel yang berada didalam saku piyama nya dan menekan speed dial nomor
3. Yura mulai kehilangan kesadarannya dan pandangannya mulai gelap. Ia sempat
melihat seseorang menghampirinya sebelum kesadarannya benar-benar hilang.
TBC
No comments:
Post a Comment