Friday, September 27, 2013

Travel Prince: Travel 1



Title                : TraveL Prince – Travel 1
Author            : Nysa
Main Cast      : Han Sena, Choi Minho
Support Cast : Han Leeteuk, Kim Kibum
Length            : Sequel
Genre             : Family, Friendship, Fantasy
Rating             : General

TraveL Prince — Travel 1

            Aku berjalan gontai menyusuri koridor sekolah. Jam pelajaran telah usai dan itu berarti sekarang waktunya pulang ke rumah. Aaah... rasanya malas sekali pulang ke rumah, mengingat ayahku yang masih ada tugas sehingga ia tidak ada di rumah selama beberapa hari ini.
            “Hai cantik!” sapa seseorang yang suaranya terdengar familiar di telingaku. Aku menoleh ke sumber suara dan kalian tahu siapa yang menyapaku?
            “AYAH!” panggilku tak percaya melihat sosok yang kurindukan tiba-tiba muncul secara ajaib di depanku. Ayahku mengangguk dan tersenyum, kemudian ia merentangkan tangannya dan akupun berlari memeluknya.
            “kapan ayah datang?” tanyaku kepada ayah ketika kami sedang dalam perjalanan ke rumah menggunakan mobil.
            “baru saja dan langsung menemuimu.” Jawabnya singkat tanpa menoleh karena fokus mengemudi.
            Sesampainya di rumah aku langsung melesat ke kamarku untuk mengganti baju karena ayah akan menyiapkan makan siang untuk kami. Aku masuk ke kamar dan menutup pintu lalu menguncinya.
            “siapa anda?” pergerakanku terhenti seketika. Barusan aku mendengar suara seseorang di ruangan ini dan itu bukan suaraku maupun suara ayah. Lalu, itu suara siapa? Aku memberanikan diri untuk berbalik dan kulihat seorang pemuda sedang duduk di atas kasurku. Siapa dia? Seenaknya saja masuk ke kamarku dan berani-beraninya dia duduk di kasurku, lalu barusan juga dia bertanya siapa aku? yang benar saja, siapa yang seharusnya bertanya kepada siapa? dengan langkah pasti aku berjalan menghampiri pemuda yang tidak sopan itu.
            “kau siapa? Ini kamarku dan mengapa kau ada disini?” tanyaku ketus kepada pemuda tersebut. Pemuda itu menaikkan alisnya, sepertinya ia sedikit gusar mendengar perkataanku barusan. Baguslah, biar dia tau diri sedikit.
            “jaga nada bicara anda, anda fikir anda sedang berbicara dengan siapa?” ucap pemuda tersebut dengan nada suara yang sedikit tinggi namun masih menjaga kesopanan. Cih, apakah dia anak jurusan sastra? kenapa bicaranya seperti itu?
            “maaf ya, aku tidak mengenalmu dan perlu kau tahu kalau ruangan ini adalah kamar pribadiku. Jadi, silakan tinggalkan ruangan ini!” aku sedikit menurunkan nada bicaraku mengingat pemuda ini berbicara sedikit sopan kepadaku yah meski sikapnya sangat tidak sopan menurutku.
            “kamar ini kamarmu?” tanya nya kemudian.
            “tentu sajaaaaaa... kan aku sudah bilang dari tadiiiii” jawabku gemas menanggapi pertanyaan pemuda didepanku ini.
            “tapi leeteuk bilang aku bisa menggunakan kamar ini.”
            “hei! Siapa yang kau maksud dengan leeteuk? Itu sangat tidak sopan! dia ayahku, kau sepertinya seumuran denganku dan seharusnya kau memanggilnya paman leeteuk.” Protesku tak terima karena seenak jidatnya saja dia memanggil nama ayahku. “AYAAAAAH!” aku berlari keluar kamar. Aku harus menemui ayahku dan minta penjelasannya. Ini sungguh mustahil, ayah menempatkan seorang pemuda asing di kamarku. Tidak masalah kalau aku juga seorang laki-laki, tapi aku ini kan perempuan.

           “kau belum mengganti bajumu?” tanya ayah yang sedang memotong beberapa sayuran di dapur.
            “ayah, siapa pemuda di kamarku itu? kenapa ayah menempatkannya di kamarku?”
            “kenapa? Kau tidak mau berbagi kamar dengannya?” ayah menjawab tanpa menoleh kearahku.
            “ayaaaah aku seriuuuus... aku ini perempuan, bagaimana mungkin ayah menempatkan anak laki-laki sekamar denganku?” aku mulai kesal dengan sikap ayahku ini.
            Ayah tersenyum dan ia menghentikan pekerjaannya. Ia menoleh ke arahku dan meletakkan kedua tangannya di bahuku.
            “sayang, ayah tidak mungkin setega itu denganmmu. Tadi ayah menyuruhnya istirahat dikamarmu dulu karena kamar tamu kan belum dibereskan.” Ayah tersenyum dan saat itu juga semua rasa kesalku menguap begitu saja. “nah, sekarang Han Sena ku sayang, bantu Minho membereskan kamar tamu ya. Dia akan memakainya untuk beberapa minggu.”
            “WHATTT??? Apa aku tidak salah dengar? Beberapa minggu? Ayah, yang benar saja. Kenapa kita harus menapung orang asing? Kita bukan panti sosial! Dan lagi siapa namanya tadi? Minho? Aneh sekali namanya, sangat kuno dan tidak keren sama sekali.”
            “ssst.. kecilkan volume suaramu. Nanti tuan muda itu akan tersinggung.” Ayah meletakkan jari telunjuknya di bibirku. Aku mendelikkan mataku, aku tau ini tidak sopan tapi saat ini aku benar-benar kesal. “Hanya membantu membereskan kamar bukan hal yang berat kan?” ayah mendorong tubuhku perlahan dari dapur sampai ke bawah tangga. Ayah memberi isyarat kepadaku untuk segera menuju kamar tamu dan membantu si tuan muda yang namanya tidak keren sama sekali itu.
            Aku melangkahkan kakiku menaiki anak tangga menuju lantai dua. Aku masuk ke dalam kamarku dan kulihat minho sedang menimang-nimang koleksi medaliku.
            “jangan menyentuh barangku seenaknya.” Aku merampas medaliku yang sedang dipegangnya. Dia menatapku heran, terlihat jelas dari raut wajahnya yang terlihat mengandung tanda tanya besar.
            “bisakah anda bersikap sopan?”
            Cih, makhluk dari mana sih orang ini? bicaranya formal sekali dan dari tadi hanya berbicara tentang sopan santun. Disini siapa yang sopan dan siapa yang tidak sopan coba? “terserah apa katamu, sekarang ikut aku.” Aku berbalik dan berjalan duluan di depan.
            “kamar ini akan menjadi kamarmu, maksudku kau akan menumpang disini. Tapi karena jarang digunakan maka kamar ini perlu sedikit dibersihkan. Jadi, selamat membersihkan ^^” aku berbalik dan berniat meninggalkannya sendirian membersihkan kamar.
            “tunggu!” aku menghentikan langkahku dan berbalik menatap Minho.
            “ada apa lagi?” tanya ku sedikit sebal.
            “bisakah anda yang membersihkan kamar ini? pangeran sepertiku tidak mungkin melakukan hal-hal seperti ini.” pintanya dengan nada sopan tetapi mengandung makna perintah yang sangat tidak sopan.
            “yang benar saja, kau kan menumpang disini. Jadi kau urus saja sendiri, dan lagi apa katamu tadi? Pangeran? Mau kau pangeran atau raja sekalipun aku tidak peduli, rumah ini rumahku dan kau hanya menumpang disini. Itu artinya akulah ratu di rumah ini, seharusnya kau yang bersikap sopan kepadaku bukan malah sebaliknya.” Setelah mengatakan itu semua aku berbalik dan meninggalkannya sendiri, aku tidak menggubris ketika ia memanggilku. Siapa suruh dia memanggilku dengan sebutan hai dan anda, aku kan punya nama. Biar tau rasa tuan muda yang menjunjung tinggi kesopanan itu, hihihi...
            Saat makan siang, kulihat Minho makan dengan pelan dan sangat sopan sekali. Apakah anak ini pernah mengikuti kursus kepribadian? Atau dia memang berasal dari keluarga bangsawan sehingga ia amat sangat menjaga sikapnya? Heh, apa peduliku? Dia malah terlihat aneh dengan sikap dan gaya bicaranya yang terlalu sopan itu. yaaah meski harus aku akui kalau Minho memang lumayan errrr tampan. Dia tinggi, kulitnya bersih, matanya bulat dan besar, hidungnya mancung dan bentuk tubuhnya juga bagus. Kenapa aku malah mengagumu ketampanannya? Menyebalkan.
            “mulai besok Minho akan sekolah di tempat yang sama denganmu Sena, jadi ayah harap kau bisa menjaga Minho.” Ucap ayah membuka pembicaraan di sela-sela acara makan siang kami. Aku membulatkan mataku dan hampir saja aku tersedak mendengar perkataan ayah barusan. Satu sekolah bersama Minho? dan harus menjaganya pula, memangnya aku baby sitter?
            “ayah, Minho bukan bayi jadi dia tidak perlu dijaga.” Jawabku singkat dan kurasa ayah paham kalau aku bermaksud menolak rencananya tersebut.
            “bukan begitu, tapi Minho kan baru pindah kemari dan dia sama sekali tidak tau daerah sini. Jadi setidaknya kau hanya memastikan agar dia tidak tersesat dan juga agar dia tidak terlihat mencolok karena..” ayah menggantungkan kalimatnya lalu ia mendekat kearahku “ketinggalan zaman.” Ayah mengucapkannya dengan berbisik.
            “ayah... aku banyak kegiatan di sekolah, dan sebentar lagi akan ada pementasan drama. Aku tidak mungkin bolak-balik hanya untuk mengantar dia.” Aku kembali beralasan untuk menolak pekerjaan ini.
            “tidak masalah, tapi sepertinya ayah akan meminjam tabletmu untuk waktu yang lama.” Oh tidak, ayah mengancamku. Meminjam tablet itu berarti ayah akan menarik tabletku, aku tidak bisa jika tidak memiliki benda itu.
            “baiklah, hanya memastikan dia tidak tersesat.” Aku mengalah.
***

             Aku dan Minho berangkat sekolah bersama-sama, ternyata benar yang dikatakan ayah kalau Minho itu ketinggalan zaman. Tapi menurutku julukan ketinggalan zaman itu terlalu bagus untuknya, dia itu kampungan sekali. Saat keluar rumah dan melihat keadaan diluar ia seperti alien yang baru datang ke bumi. Aku bahkan harus memaksanya agar mau masuk kedalam bus sekolah. Sedikit kesal memang, tapi perasaan geli malah lebih mendominasiku. Bagaimana tidak, tadi dia merengek-rengek minta pulang karena takut masuk kedalam bus. Tapi sekarang, dia malah asyik melihat pemandangan diluar bus dengan tatapan penuh kekaguman. Dasar aneh.
            Di kelas saat perkenalan Minho membuat seisi kelas terkikik geli karena ia menyebut dirinya pangeran Choi Minho. Sungguh aku malu sekali karena ternyata ayah sudah bilang kepada wali kelasku kalau Minho adalah saudara sepupuku dan seisi kelas sudah tahu dan mereka benar-benar menganggap Minho adalah seupupuku.
            “seharusnya kau tidak perlu menyebut dirimu pangeran lagi. Disini tidak ada istilah pangeran bahkan meski kau memang benar-benar pangeran.” Aku menasehati Minho ketika kami sedang makan siang di kantin sekolah.
            “tapi saya memang seorang pangeran, apa anda masih tidak percaya?”
            “dan berhenti bicara formal, itu terdengar sangat aneh.” Tambahku lagi tanpa menanggapi pertanyaannya barusan. “kau tidak perlu menggunakan sumpit untuk makan spagetty, kau bisa menggunakan ini.” aku mengambil sumpitnya dan menukarnya dengan garpu. “seperti ini caranya.” Aku memberikan contoh menggunakan garpu.”
            “Sena!” seseorang memanggil namaku, aku mengedarkan pandanganku dan kulihat seorang pemuda melambaikan tangannya kearahku.
            “Kibum?” refleks aku berdiri. Itu Kibum, teman dekatku. Sudah sebulan ini aku tidak bertemu dengannya karena ia sedang mengikuti program pertukaran pelajar di LA. Kibum berjalan kearahku dan ia langsung memelukku.
            “i miss you Senaaaa~” ia memelukku erat sekali.
            “miss you t—“
            BUKK
            Kalimatku terhenti ketika tiba-tiba pelukan kami terlepas begitu saja dan kulihat Minho sedang menyudutkan Kibum. “Minho, apa yang kau lakukan?” aku berusaha tenang menghadapi ini. Minho itu kampungan dan ketinggalan zaman, jadi pasti dia akan bertingkah aneh setiap saat.
            “tidak pantas anda menyentuh seorang gadis secara sembarangan.” Ucap Minho kemudian.
            Kibum medorong tubuh Minho karena sepertinya ia merasa terganggu dengan sikap Minho barusan. “apa maksudmu? Sena, dia siapa sih?” tanya Kibum dengan nada sinis.
            Aku menarik tangan Kibum dan membawanya duduk di sebelah ku. “Kibum, kenalkan ini Minho. Dia sepupuku yang baru datang dari desa jadi maafkan dia ya kalau sikapnya agak norak dan kampungan.” Aku memberikan penjelasan kepada Kibum agar dia tidak salah paham.
            “apa anda sedang mengatakan hal yang buruk tentang saya?” Minho menyela. Aku tahu kalau dia tidak mengerti istilah norak dan kampungan yang aku ucapkan barusan. Tapi sepertinya dia merasa kalau istilah itu memiliki makna yang kurang bagus.
            “tidak, aku hanya sedang memperkenalkan dirimu padanya. Dan satu lagi pangeran Choi Minho yang terhormat, Kibum ini adalah sahabatku jadi aku harap kau bisa bersikap baik padanya.”
            “cih.” Kibum tersenyum remeh kepada Minho. Dia pasti akan mengoceh panjang lebar setelah ini, aku jamin itu.
***

            “Dari mana kau menemukan alien seperti itu? bukan hanya tingkah laku nya saja yang aneh seperti alien, tapi wajahnya juga seperti alien. Dia sok keren dan sok sopan, sangat aneh di mataku. Dan apakah dia benar-benar harus selalu menempel padamu selama dua puluh empat jam?” Kibum terus mengoceh tiada henti. Benar kan tebakanku kalau Kibum akan mengoceh panjang lebar. Aku dan Kibum memang sudah lama berteman dan dia sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri, dia memang hobby mengoceh. Dia akan selalu memberikan komentar tentang apa saja yang dilihatnya apalagi yang berkaitan denganku.     Saat ini kami sedang berjalan-jalan di taman berdua, tidak berdua sih sebenarnya karena Minho juga ikut. Tetapi Kibum menyuruh Minho mengikuti kami dari belakang karena dia tidak ingin Minho mendengar pembicaraan kami.
            “sampai kapan saya harus berjalan di belakang? Seorang pangeran seharusnya jalan di depan.” Suara Minho berhasil menghentikan ocehan Kibum.
            Aku dan Kibum menoleh ke belakang, kulihat Kibum memandang sinis kearah Minho. Aku tidak suka situasi ini, aku berjalan mendekati Minho dan kemudian menarik tangannya. “jalan bersama-sama akan lebih baik.” Aku tersenyum. Dapat kulihat ekspresi tidak suka Kibum terhadap Minho yang kini berdiri disebelahku, tapi setidaknya ini lebih baik daripada aku harus mendengar ocehan Kibum dan protes dari Minho yang selalu membawa-bawa gelar pangerannya. Entah dia pangeran darimana akupun tidak tahu, tapi yang pasti aku akan mengajarinya hidup ala rakyat biasa.
            Sesampainya di rumah, aku tidak melihat tanda-tanda akan keberadaan ayah. Aku mencari kesetiap ruangan tapi aku tidak menemukan ayahku. “hhh..” aku menghembuskan nafas berat ketika melihat benda itu tidak ada di ruangan ayah. “ayah pasti dapat panggilan tugas.” Aku bergumam lirih. Sebagai anak dari seorang Time Traveler, ini adalah resiko yang harus ditanggung. Aku harus siap karena ayahku bisa pergi kapan saja dan kembali dalam jangka waktu yang tidak bisa ditentukan.
            “Sena, apakah aku boleh melihat kotak ajaib?” tanya Minho yang entah sejak kapan sudah ada di belakangku.
            “kotak ajaib apa?” tanyaku tak mengerti.
            “itu yang di kamarmu yang bisa mengeluarkan gambar dan suara.” Ia menjawab dengan malu-malu.
            Aku berfikir sejenak dan mengingat-ingat benda apa yang dimaksudnya. “maksudmu televisi?” tebak ku.
            “aku tidak tau namanya apa.”
            Aku menghela nafas, tentu saja dia tidak tau. Dia kan kampungan dan ketinggalan zaman. “ayo ikut aku!” ucapku seraya berjalan duluan di depan. “ini.” aku menyerahkan remote tv kepadanya. “gunakan ini untuk mengganti channel yang kau pilih dan jangan sentuh benda apapun dikamarku ini ya. aku mau keluar membeli snack.” Minho mengangguk dan akupun berlalu meninggalkan kamar.
            “AAAAAAA~” langkahku terhenti. Baru menuruni beberapa anak tangga aku mendengar suara teriakan Minho. Dasar bocah kampungan itu, dia pasti ketakutan atau terkejut melihat siaran televisi. Aku hendak meneruskan langkahku namun terhenti ketika kudengar suara pecahan dan disusul dengan suara benda jatuh dari kamarku. Oh tidak, perasaanku tidak enak. Buru-buru aku berlari kembali menuju kamarku dan mataku melotot tak percaya melihat apa yang terjadi dikamarku, televisiku kacanya pecah dan tergeletak dilantai. Sepertinya si idiot itu telah melempar televisiku dengan sesuatu dan membantingnya ke lantai. Ini sungguh mimpi buruk, siapapun tolong aku. Bangunkan aku dari mimpi buruk ini.
            “Kotak ajaib itu berbahaya” ucap Minho dengan wajah tanpa dosa membuat emosiku makin naik ke ubun-ubun.
            “CHOI MINHO BODOH! IDIOT! KAMPUNGAN! AKU MEMBENCIMU!!”

TBC

No comments:

Post a Comment