Title
: TraveL Prince – Travel 1
Author
: Nysa
Main
Cast : Han Sena, Choi Minho
Support Cast : Han
Leeteuk, Kim Kibum
Length
: Sequel
Genre
: Family, Friendship, Fantasy
Rating
: General
TraveL Prince — Travel
1
Aku berjalan gontai menyusuri
koridor sekolah. Jam pelajaran telah usai dan itu berarti sekarang waktunya
pulang ke rumah. Aaah... rasanya malas sekali pulang ke rumah, mengingat ayahku
yang masih ada tugas sehingga ia tidak ada di rumah selama beberapa hari ini.
“Hai cantik!” sapa seseorang yang
suaranya terdengar familiar di telingaku. Aku menoleh ke sumber suara dan
kalian tahu siapa yang menyapaku?
“AYAH!” panggilku tak percaya
melihat sosok yang kurindukan tiba-tiba muncul secara ajaib di depanku. Ayahku
mengangguk dan tersenyum, kemudian ia merentangkan tangannya dan akupun berlari
memeluknya.
“kapan ayah datang?” tanyaku kepada
ayah ketika kami sedang dalam perjalanan ke rumah menggunakan mobil.
“baru saja dan langsung menemuimu.”
Jawabnya singkat tanpa menoleh karena fokus mengemudi.
Sesampainya di rumah aku langsung
melesat ke kamarku untuk mengganti baju karena ayah akan menyiapkan makan siang
untuk kami. Aku masuk ke kamar dan menutup pintu lalu menguncinya.
“siapa anda?” pergerakanku terhenti
seketika. Barusan aku mendengar suara seseorang di ruangan ini dan itu bukan
suaraku maupun suara ayah. Lalu, itu suara siapa? Aku memberanikan diri untuk
berbalik dan kulihat seorang pemuda sedang duduk di atas kasurku. Siapa dia?
Seenaknya saja masuk ke kamarku dan berani-beraninya dia duduk di kasurku, lalu
barusan juga dia bertanya siapa aku? yang benar saja, siapa yang seharusnya
bertanya kepada siapa? dengan langkah pasti aku berjalan menghampiri pemuda
yang tidak sopan itu.
“kau siapa? Ini kamarku dan mengapa
kau ada disini?” tanyaku ketus kepada pemuda tersebut. Pemuda itu menaikkan
alisnya, sepertinya ia sedikit gusar mendengar perkataanku barusan. Baguslah,
biar dia tau diri sedikit.
“jaga nada bicara anda, anda fikir
anda sedang berbicara dengan siapa?” ucap pemuda tersebut dengan nada suara
yang sedikit tinggi namun masih menjaga kesopanan. Cih, apakah dia anak jurusan
sastra? kenapa bicaranya seperti itu?
“maaf ya, aku tidak mengenalmu dan
perlu kau tahu kalau ruangan ini adalah kamar pribadiku. Jadi, silakan
tinggalkan ruangan ini!” aku sedikit menurunkan nada bicaraku mengingat pemuda
ini berbicara sedikit sopan kepadaku yah meski sikapnya sangat tidak sopan
menurutku.
“kamar ini kamarmu?” tanya nya
kemudian.
“tentu sajaaaaaa... kan aku sudah
bilang dari tadiiiii” jawabku gemas menanggapi pertanyaan pemuda didepanku ini.
“tapi leeteuk bilang aku bisa
menggunakan kamar ini.”
“hei! Siapa yang kau maksud dengan
leeteuk? Itu sangat tidak sopan! dia ayahku, kau sepertinya seumuran denganku
dan seharusnya kau memanggilnya paman leeteuk.” Protesku tak terima karena
seenak jidatnya saja dia memanggil nama ayahku. “AYAAAAAH!” aku berlari keluar
kamar. Aku harus menemui ayahku dan minta penjelasannya. Ini sungguh mustahil,
ayah menempatkan seorang pemuda asing di kamarku. Tidak masalah kalau aku juga
seorang laki-laki, tapi aku ini kan perempuan.
“kau belum mengganti bajumu?” tanya
ayah yang sedang memotong beberapa sayuran di dapur.
“ayah, siapa pemuda di kamarku itu?
kenapa ayah menempatkannya di kamarku?”
“kenapa? Kau tidak mau berbagi kamar
dengannya?” ayah menjawab tanpa menoleh kearahku.
“ayaaaah aku seriuuuus... aku ini
perempuan, bagaimana mungkin ayah menempatkan anak laki-laki sekamar denganku?”
aku mulai kesal dengan sikap ayahku ini.
Ayah tersenyum dan ia menghentikan
pekerjaannya. Ia menoleh ke arahku dan meletakkan kedua tangannya di bahuku.
“sayang, ayah tidak mungkin setega
itu denganmmu. Tadi ayah menyuruhnya istirahat dikamarmu dulu karena kamar tamu
kan belum dibereskan.” Ayah tersenyum dan saat itu juga semua rasa kesalku
menguap begitu saja. “nah, sekarang Han Sena ku sayang, bantu Minho membereskan
kamar tamu ya. Dia akan memakainya untuk beberapa minggu.”
“WHATTT??? Apa aku tidak salah
dengar? Beberapa minggu? Ayah, yang benar saja. Kenapa kita harus menapung
orang asing? Kita bukan panti sosial! Dan lagi siapa namanya tadi? Minho? Aneh
sekali namanya, sangat kuno dan tidak keren sama sekali.”
“ssst.. kecilkan volume suaramu.
Nanti tuan muda itu akan tersinggung.” Ayah meletakkan jari telunjuknya di
bibirku. Aku mendelikkan mataku, aku tau ini tidak sopan tapi saat ini aku
benar-benar kesal. “Hanya membantu membereskan kamar bukan hal yang berat kan?”
ayah mendorong tubuhku perlahan dari dapur sampai ke bawah tangga. Ayah memberi
isyarat kepadaku untuk segera menuju kamar tamu dan membantu si tuan muda yang namanya tidak keren sama sekali itu.
Aku melangkahkan kakiku menaiki anak
tangga menuju lantai dua. Aku masuk ke dalam kamarku dan kulihat minho sedang
menimang-nimang koleksi medaliku.
“jangan menyentuh barangku
seenaknya.” Aku merampas medaliku yang sedang dipegangnya. Dia menatapku heran,
terlihat jelas dari raut wajahnya yang terlihat mengandung tanda tanya besar.
“bisakah anda bersikap sopan?”
Cih, makhluk dari mana sih orang
ini? bicaranya formal sekali dan dari tadi hanya berbicara tentang sopan
santun. Disini siapa yang sopan dan siapa yang tidak sopan coba? “terserah apa
katamu, sekarang ikut aku.” Aku berbalik dan berjalan duluan di depan.
“kamar ini akan menjadi kamarmu,
maksudku kau akan menumpang disini. Tapi karena jarang digunakan maka kamar ini
perlu sedikit dibersihkan. Jadi, selamat membersihkan ^^” aku berbalik dan
berniat meninggalkannya sendirian membersihkan kamar.
“tunggu!” aku menghentikan langkahku
dan berbalik menatap Minho.
“ada apa lagi?” tanya ku sedikit
sebal.
“bisakah anda yang membersihkan
kamar ini? pangeran sepertiku tidak mungkin melakukan hal-hal seperti ini.”
pintanya dengan nada sopan tetapi mengandung makna perintah yang sangat tidak
sopan.
“yang benar saja, kau kan menumpang
disini. Jadi kau urus saja sendiri, dan lagi apa katamu tadi? Pangeran? Mau kau
pangeran atau raja sekalipun aku tidak peduli, rumah ini rumahku dan kau hanya
menumpang disini. Itu artinya akulah ratu di rumah ini, seharusnya kau yang
bersikap sopan kepadaku bukan malah sebaliknya.” Setelah mengatakan itu semua
aku berbalik dan meninggalkannya sendiri, aku tidak menggubris ketika ia
memanggilku. Siapa suruh dia memanggilku dengan sebutan hai dan anda, aku kan
punya nama. Biar tau rasa tuan muda yang menjunjung tinggi kesopanan itu,
hihihi...
Saat makan siang, kulihat Minho
makan dengan pelan dan sangat sopan sekali. Apakah anak ini pernah mengikuti
kursus kepribadian? Atau dia memang berasal dari keluarga bangsawan sehingga ia
amat sangat menjaga sikapnya? Heh, apa peduliku? Dia malah terlihat aneh dengan
sikap dan gaya bicaranya yang terlalu sopan itu. yaaah meski harus aku akui
kalau Minho memang lumayan errrr tampan. Dia tinggi, kulitnya bersih, matanya
bulat dan besar, hidungnya mancung dan bentuk tubuhnya juga bagus. Kenapa aku
malah mengagumu ketampanannya? Menyebalkan.
“mulai besok Minho akan sekolah di
tempat yang sama denganmu Sena, jadi ayah harap kau bisa menjaga Minho.” Ucap
ayah membuka pembicaraan di sela-sela acara makan siang kami. Aku membulatkan
mataku dan hampir saja aku tersedak mendengar perkataan ayah barusan. Satu
sekolah bersama Minho? dan harus menjaganya pula, memangnya aku baby sitter?
“ayah, Minho bukan bayi jadi dia
tidak perlu dijaga.” Jawabku singkat dan kurasa ayah paham kalau aku bermaksud
menolak rencananya tersebut.
“bukan begitu, tapi Minho kan baru
pindah kemari dan dia sama sekali tidak tau daerah sini. Jadi setidaknya kau
hanya memastikan agar dia tidak tersesat dan juga agar dia tidak terlihat
mencolok karena..” ayah menggantungkan kalimatnya lalu ia mendekat kearahku
“ketinggalan zaman.” Ayah mengucapkannya dengan berbisik.
“ayah... aku banyak kegiatan di
sekolah, dan sebentar lagi akan ada pementasan drama. Aku tidak mungkin
bolak-balik hanya untuk mengantar dia.” Aku kembali beralasan untuk menolak pekerjaan
ini.
“tidak masalah, tapi sepertinya ayah
akan meminjam tabletmu untuk waktu yang lama.” Oh tidak, ayah mengancamku. Meminjam tablet itu berarti ayah akan
menarik tabletku, aku tidak bisa jika tidak memiliki benda itu.
“baiklah, hanya memastikan dia tidak
tersesat.” Aku mengalah.
***
Aku dan Minho berangkat sekolah bersama-sama,
ternyata benar yang dikatakan ayah kalau Minho itu ketinggalan zaman. Tapi
menurutku julukan ketinggalan zaman itu terlalu bagus untuknya, dia itu
kampungan sekali. Saat keluar rumah dan melihat keadaan diluar ia seperti alien
yang baru datang ke bumi. Aku bahkan harus memaksanya agar mau masuk kedalam
bus sekolah. Sedikit kesal memang, tapi perasaan geli malah lebih
mendominasiku. Bagaimana tidak, tadi dia merengek-rengek minta pulang karena
takut masuk kedalam bus. Tapi sekarang, dia malah asyik melihat pemandangan
diluar bus dengan tatapan penuh kekaguman. Dasar aneh.
Di kelas saat perkenalan Minho
membuat seisi kelas terkikik geli karena ia menyebut dirinya pangeran Choi
Minho. Sungguh aku malu sekali karena ternyata ayah sudah bilang kepada wali
kelasku kalau Minho adalah saudara sepupuku dan seisi kelas sudah tahu dan
mereka benar-benar menganggap Minho adalah seupupuku.
“seharusnya kau tidak perlu menyebut
dirimu pangeran lagi. Disini tidak ada istilah pangeran bahkan meski kau memang
benar-benar pangeran.” Aku menasehati Minho ketika kami sedang makan siang di
kantin sekolah.
“tapi saya memang seorang pangeran,
apa anda masih tidak percaya?”
“dan berhenti bicara formal, itu
terdengar sangat aneh.” Tambahku lagi tanpa menanggapi pertanyaannya barusan.
“kau tidak perlu menggunakan sumpit untuk makan spagetty, kau bisa menggunakan
ini.” aku mengambil sumpitnya dan menukarnya dengan garpu. “seperti ini
caranya.” Aku memberikan contoh menggunakan garpu.”
“Sena!” seseorang memanggil namaku,
aku mengedarkan pandanganku dan kulihat seorang pemuda melambaikan tangannya
kearahku.
“Kibum?” refleks aku berdiri. Itu
Kibum, teman dekatku. Sudah sebulan ini aku tidak bertemu dengannya karena ia
sedang mengikuti program pertukaran pelajar di LA. Kibum berjalan kearahku dan
ia langsung memelukku.
“i miss you Senaaaa~” ia memelukku
erat sekali.
“miss you t—“
BUKK
Kalimatku terhenti ketika tiba-tiba
pelukan kami terlepas begitu saja dan kulihat Minho sedang menyudutkan Kibum.
“Minho, apa yang kau lakukan?” aku berusaha tenang menghadapi ini. Minho itu
kampungan dan ketinggalan zaman, jadi pasti dia akan bertingkah aneh setiap
saat.
“tidak pantas anda menyentuh seorang
gadis secara sembarangan.” Ucap Minho kemudian.
Kibum medorong tubuh Minho karena
sepertinya ia merasa terganggu dengan sikap Minho barusan. “apa maksudmu? Sena,
dia siapa sih?” tanya Kibum dengan nada sinis.
Aku menarik tangan Kibum dan
membawanya duduk di sebelah ku. “Kibum, kenalkan ini Minho. Dia sepupuku yang
baru datang dari desa jadi maafkan dia ya kalau sikapnya agak norak dan
kampungan.” Aku memberikan penjelasan kepada Kibum agar dia tidak salah paham.
“apa anda sedang mengatakan hal yang
buruk tentang saya?” Minho menyela. Aku tahu kalau dia tidak mengerti istilah
norak dan kampungan yang aku ucapkan barusan. Tapi sepertinya dia merasa kalau
istilah itu memiliki makna yang kurang bagus.
“tidak, aku hanya sedang
memperkenalkan dirimu padanya. Dan satu lagi pangeran Choi Minho yang
terhormat, Kibum ini adalah sahabatku jadi aku harap kau bisa bersikap baik
padanya.”
“cih.” Kibum tersenyum remeh kepada
Minho. Dia pasti akan mengoceh panjang lebar setelah ini, aku jamin itu.
***
“Dari mana kau menemukan alien
seperti itu? bukan hanya tingkah laku nya saja yang aneh seperti alien, tapi
wajahnya juga seperti alien. Dia sok keren dan sok sopan, sangat aneh di
mataku. Dan apakah dia benar-benar harus selalu menempel padamu selama dua
puluh empat jam?” Kibum terus mengoceh tiada henti. Benar kan tebakanku kalau
Kibum akan mengoceh panjang lebar. Aku dan Kibum memang sudah lama berteman dan
dia sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri, dia memang hobby mengoceh. Dia
akan selalu memberikan komentar tentang apa saja yang dilihatnya apalagi yang
berkaitan denganku. Saat ini kami
sedang berjalan-jalan di taman berdua, tidak berdua sih sebenarnya karena Minho
juga ikut. Tetapi Kibum menyuruh Minho mengikuti kami dari belakang karena dia
tidak ingin Minho mendengar pembicaraan kami.
“sampai kapan saya harus berjalan di
belakang? Seorang pangeran seharusnya jalan di depan.” Suara Minho berhasil
menghentikan ocehan Kibum.
Aku dan Kibum menoleh ke belakang,
kulihat Kibum memandang sinis kearah Minho. Aku tidak suka situasi ini, aku
berjalan mendekati Minho dan kemudian menarik tangannya. “jalan bersama-sama
akan lebih baik.” Aku tersenyum. Dapat kulihat ekspresi tidak suka Kibum
terhadap Minho yang kini berdiri disebelahku, tapi setidaknya ini lebih baik
daripada aku harus mendengar ocehan Kibum dan protes dari Minho yang selalu
membawa-bawa gelar pangerannya. Entah dia pangeran darimana akupun tidak tahu,
tapi yang pasti aku akan mengajarinya hidup ala rakyat biasa.
Sesampainya di rumah, aku tidak
melihat tanda-tanda akan keberadaan ayah. Aku mencari kesetiap ruangan tapi aku
tidak menemukan ayahku. “hhh..” aku menghembuskan nafas berat ketika melihat
benda itu tidak ada di ruangan ayah. “ayah pasti dapat panggilan tugas.” Aku
bergumam lirih. Sebagai anak dari seorang Time Traveler, ini adalah resiko yang
harus ditanggung. Aku harus siap karena ayahku bisa pergi kapan saja dan
kembali dalam jangka waktu yang tidak bisa ditentukan.
“Sena, apakah aku boleh melihat
kotak ajaib?” tanya Minho yang entah sejak kapan sudah ada di belakangku.
“kotak ajaib apa?” tanyaku tak
mengerti.
“itu yang di kamarmu yang bisa
mengeluarkan gambar dan suara.” Ia menjawab dengan malu-malu.
Aku berfikir sejenak dan
mengingat-ingat benda apa yang dimaksudnya. “maksudmu televisi?” tebak ku.
“aku tidak tau namanya apa.”
Aku menghela nafas, tentu saja dia
tidak tau. Dia kan kampungan dan ketinggalan zaman. “ayo ikut aku!” ucapku
seraya berjalan duluan di depan. “ini.” aku menyerahkan remote tv kepadanya.
“gunakan ini untuk mengganti channel yang kau pilih dan jangan sentuh benda
apapun dikamarku ini ya. aku mau keluar membeli snack.” Minho mengangguk dan
akupun berlalu meninggalkan kamar.
“AAAAAAA~” langkahku terhenti. Baru
menuruni beberapa anak tangga aku mendengar suara teriakan Minho. Dasar bocah
kampungan itu, dia pasti ketakutan atau terkejut melihat siaran televisi. Aku
hendak meneruskan langkahku namun terhenti ketika kudengar suara pecahan dan
disusul dengan suara benda jatuh dari kamarku. Oh tidak, perasaanku tidak enak.
Buru-buru aku berlari kembali menuju kamarku dan mataku melotot tak percaya
melihat apa yang terjadi dikamarku, televisiku kacanya pecah dan tergeletak
dilantai. Sepertinya si idiot itu telah melempar televisiku dengan sesuatu dan
membantingnya ke lantai. Ini sungguh mimpi buruk, siapapun tolong aku.
Bangunkan aku dari mimpi buruk ini.
“Kotak ajaib itu berbahaya” ucap
Minho dengan wajah tanpa dosa membuat emosiku makin naik ke ubun-ubun.
“CHOI MINHO BODOH! IDIOT! KAMPUNGAN!
AKU MEMBENCIMU!!”
TBC
No comments:
Post a Comment