Saturday, January 26, 2013

FF SHINee: Family Game - Game 1



Title                 : Family Game — Game 1
Author             : Nysa
Main Cast        : Lee Jimi,Choi Minho, Lee Jinki
Support Cast   : Go Yongsoo (father), Park Eunjoon (mother), Song Eunmi (grand mother)
Length             : Sequel
Genre              : Humor, Family
Rating             : General
Summary         : 6 orang asing akan tinggal satu atap sebagai sebuah keluarga.




Family Game — Game 1


Author POV


            Pagi itu dikediaman keluarga Kim semua tampak biasa dan wajar. Appa yang seorang pegawai kantoran sedang sarapan dengan tenang tanpa mengeluarkan suara. Umma yang seorang pemain pachinko professional masih meneguk minumannya, meskipun ia tampak sudah tak kuat mengangkat kepalanya sendiri. Sedangkan anak-anak mereka..
            “ Ah, Jimi aku minta tambah lagi!” ucap Jinki seraya menyerahkan mangkuk kepada Jimi agar diisi dengan nasi. Dengan sigap Jimi menambahkan nasi kedalam mangkuk yang disodorkan oleh Jinki. Lalu Minho, ia sedang menikmati secangkir kopi sambil membaca Koran.
^^

Jimi POV

            “Sup miso-nya masih banyak, ayo tambah lagi” ujarku dengan semangat 45 sambil membawa sepanci sup. Oia, perkenalkan namaku Jimi siswi SMA kelas X. setiap pagi, akulah yang menyiapkan sarapan untuk keluarga karena ibuku tidak bisa memasak.
            “ Minho, kau melupakan sarapanmu lho!” ujarku seraya mendekati Minho yang sedang memakai sepatunya.
            “aku tidak biasa sarapan. Minum kopi saja sudah cukup!” ujarnya ketus tanpa menoleh sedikitpun kearahku.
            “ tidak boleh begitu, sarapan itu penting! Karena sarapan itu sum_”
            “pantas tidak?”
            “HUWAAAAAAAA” kalimatku terhenti ketika halmioni muncul dengan mengenakan pakaian anak SMU, diaaa… benar-benar. Apakah dia memang seorang halmioni? Atau sebenarnya dia adalah anak sd yang mendadak tua? Sifatnya sama sekali tidak menunjukkan kalau dia adalah seorang halmioni.
            “ ini aku beli kemarin, pantas tidak?” Tanya halmioni dengan senyum sumringah.
            “ah, pa..pantas kok…” jawabku bohong. “eh, pancinya mana?” tiba-tiba aku baru tersadar kalau panci yang tadi kupegang sudah tidak ada ditanganku lagi. Kemana pancinya ya???
            “HAH?? Mi..Min..Minho..ng..noona ambilkan handuk….” Ucapku terbata-bata melihat panci yang kupegang tadi sudah berada dikepala Minho. Tentu saja semua isinya sudah tumpah keseragamnya. Dia jadi bermandikan sup miso.
            “siapa “noona”?? KALIAN SEMUA KAN ORANG ASING!!!!” ia berteriak keras membuat seluruh isi rumah bergetar hebat.
            Yah begitulah, kami adalah keluarga biasa yang terdiri dari enam orang. Yaitu appa, umma, halmioni, dan 3 orang anak. Itu kalau dikesampingkan kenyataan bahwa keluarga ini adalah keluarga buatan.

FLASHBACK

            Aku tahu permainan ini sebulan yang lalu. Aku mendapatkan sebuah email yang berisikan:

PENCARIAN

Apakah anda mau mencoba tinggal disebuah
Bangunan eropa yang indah dan berpartisipasi
Dalam sebuah family game?
BERHADIAH!!!!

            Dan aku yang sebatang kara ini tentu saja tertarik dengan tawaran tersebut. Akupun mengunjungi alamat yang tertera pada email tersebut dan..
            “selamat! Anda-lah yang terpilih Lee Jimi!” ucap pemandu sekaligus pengacara, Raein. “nah sekarang akan saya jelaskan peraturan permainan ini sesederhana mungkin”
            Ya, aku berhasil lolos dengan peran sebagai putri keluarga Kim. Dan nanti aku akan bertemu dengan 5 orang lainnya yang akan berperan sebagai appa, umma, halmioni, dan 2 anak laki-laki.
            “mulai sekarang selama satu tahun, anda akan tinggal ditempat ini bersama 5 orang lainnya yang belum saling mengenal satu sama lain pastinya. Oleh karena itu, peraturannya anda tidak boleh mengungkapkan identitas anda serta tidak boleh menyelidiki identitas peserta lainnya. Arraseo?” Tanya Tuan Raein kepadaku yang masih celingukan.
            “ne” jawabku singkat.
            “selanjutnya, jangan perlakukan sesama pemain seperti orang asing. Jadi perlakukan mereka selayaknya keluarga yang sebenarnya. Asalkan anda bisa mematuhi peraturan itu, saya rasa tidak akan ada masalah. Kalian bisa menghabiskan waktu satu tahun permainan ini. Oia, seandainya dalam waktu satu tahun ada seorang anggota keluarga yang keluar, maka permainan ini akan selesai atau Game Over” Tuan Raein menjelaskan panjang lebar dan aku hanya mengangguk-angguk tanda mengerti.
            “oia, aku mau mengucapkan terima kasih kepada penyelenggara acara ini’ ucapku semangat.
            “ah, soal itu.. identitas penyelenggara ini tidak boleh diketahui” ujar Tuan Raein menjelaskan.
            “oh, mianhe” aku membungkuk 90 derajat.
End of flashback


            Semenjak itu, kami berenam mulai tinggal bersama sebagai sebuah keluarga dengan marga Kim. Tentu saja nama marga kami semua diganti menjadi Kim. Walaupun namanya permainan, tapi jujur saja aku sedikit cemas tentang orang-orang yang akan jadi keluargaku. Tapi tidak ada yang menakutkan kok.
            “ah, Minho! Selamat jalan!” ucapku ketika melihat minho akan berangkat sekolah.
            “JIIIT..ARRRGH” aku melihatnya, tatapan dingin dan tajam yang terpancar dari matanya. Yah, mungkin tidak juga. Aku rasa Minho sedikit menakutkan. Ia tidak pernah bersikap ramah terhadapku. Apa mungkin pertemuan pertama itu yang memberikan kesan tidak enak? Aku kembali mengingat pertemuan pertamaku dengan minho.

            “ah, ultahku 5 hari lebih cepat daripada kau. Kalau begitu panggil aku noona ya! Aku ingin sekali dipanggil noona” ucapku dengan semangat dan senyum yang lebar. Tapi minho? Dia memandangku dengan tatapan yang seolah mengatakan siapa-kau?
            “Tuk” seseorang menyentuh pundakku.
            “Jimi, aku berangkat dulu ya!” Jinki oppa, ia tersenyum kearahku. ah, senyumannya itu sungguh manis. Aku suka senyum itu.
            “BRUKK” Jinki oppa tersandung dan ia jatuh telungkup didepanku. Aisssh… kalau saja dia tidak seceroboh itu, dia pasti sangat sempurna.
^^

Sementara itu…

Author POV

            “ya! Jangan lelet dong! Menghalangi jalan tau!!” umma berbicara setengah berteriak sambil berkacak pinggang.
            “ah, mi..mian…” appa menggeser badannya menjauh dari pintu.
            “KAU KAN NAMJA! JANGAN SEGAMPANG ITU MINTA MAAF!!” ucap umma lagi dan kali ini benar-benar berteriak.
            “i..iya.. mianhe...” jawab appa pasrah.
            Yah, begitulah keadaan umma dan appa dikeluarga Kim. Sang umma yang tampaknya mantan berandalan atau mungkin ketua geng (?) sifatnya sangat kasar dan keras. Berbanding terbalik dengan appa yang sifatnya sangat lemah lembut.

***

Jimi POV

            Hari ini aku pulang cepat. Segera aku masuk kamar dan menukar seragamku dengan pakaian rumah. Aku berjalan menuju dapur dan kulihat banyak piring kotor ditempat cucian piring. Segera aku menuju tempat cucian piring dan bermaksud mencuci piring.
            “ckraak” aku mendengar seseorang membuka pintu dapur. Aku menoleh dan ternyata itu Minho. Untuk apa dia kemari ya??
            “selama ini kau selalu bilang keluarga dan kesenangan sendiri. Jujur saja, tingkahmu itu membuat orang lain sebal” ujarnya tiba-tiba.
            “eh?” aku hanya memandang bingung kearahnya. Aku tidak mengerti maksud dari pembicaraannya itu.
            “kalau kau ingin seratus juta itu, jangan lakukan hal-hal yang tidak perlu. Lagipula kita semua dalam kondisi yang sama kan?” ujarnya lagi dan kata-katanya itu sungguh membuatku sangat-sangat terkejut. Aku.. aku tidak begitu mengerti.. kondisi?seratus juta? Berarti, aku dibenci?
            “PRAANG” piring yang kupegang jatuh dan pecah berkeping-keping. Jujur saja aku sedikit shock dengan perkataan Minho barusan. “akh” jariku terkena pecahan piring. Aku harus segera mengobatinya. “klik”semuanya menjadi gelap. Sepertinya mati lampu. Aduh, bagaimana ini?
            “patss..” ada cahaya yang menyilaukan mendekatiku.
            “Jimi!”
            “Oppa?” ternyata itu Jinki oppa, ia datang kearahku sambil membawa senter.
            “tadi aku mau pakai dryer, tapi sekringnya malah turun. Sekarang kita harus cari sekringnya” ucap Jinki oppa. Kami pun berjalan menyusuri lorong rumah mencari letak sekring.
            “ah, jarimu kenapa?”Tanya Jinki oppa. Dia sungguh perhatian, bahkan ditempat gelap seperti ini ia bisa melihat kalau jariku terluka.
            “i..ini tadi terkena pecahan piring. Tapi sudah tidak apa-apa kok” jawabku pura-pura tegar. Padahal perih sih.
            “coba kulihat!” Jinki oppa menarik tanganku dan menghisap darah dijariku yang terluka.
            “deg” ah, apa-apaan ini? Apa maksudnya “deg” barusan itu? Kenapa aku jadi malu sama oppa ku sendiri? aku belum pernah berada sedekat ini dengannya. Bahkan bau shampoo nya dapat tercium olehku.
            "sudah tidak apa-apa, ayo kita cari sekringnya!” ucap Jinki oppa seraya berjalan didepanku.
            “ah, ketemu!!” aku menemukan sekringnya.
            “tinggi juga ya? Kita perlu sesuatu untuk dijadikan pijakan. Ah, Minho!” jinki oppa memanaggil minho yang kebetulan lewat didekat kami. Tapi yang dipanggil tidak menggubris sama sekali. Hh, makhluk yang satu itu sepertinya tidak ingin berbaur. Dia sama sekali tidak bisa bersosialisasi.
            “bagaimana ya? Sepertinya dia tidak mau berbaur” ucap jinki oppa seraya menggaruk kepalanya yang kurasa sama sekali tidak gatal. Kemudian ia meraih kursi yang ada didekatnya. Tampaknya kursi itu sudah lapuk. Dan kaki kursinya sudah ada yang patah. Sehingga tidak bisa berdiri dengan tegak. Jinki oppa naik keatas kursi itu.
            “oppa, tadi Minho mengatakan hal yang aneh. Dia bilang seratus juta. Maksudnya apa ya?”
            “seratus juta?? Oh, pasti maksudnya kalau kita berhasil menyelesaikan permainan ini dalam waktu setahun kita akan diberi hadiah seratus juta”
            “MWO??? Ser..serat..us jjutta itukan jumlah yang banyak?”ucapku terbata-bata, mendadak dikepalaku berseliweran uang yang sangat banyak. Jika dibagi enam, tetap saja uang itu masih banyak.
            “ya! Jimi” Jinki oppa oleng. Segera aku menahan kursinya dengan kedua tanganku. Saking kagetnya aku mendengar penjelasan Jinki oppa, fikiranku jadi tidak karuan dan ternyata aku melepaskan tanganku dari kursi yang sedang dinaiki jinki oppa.
            “tapii, aku tidak tahu soal seratus juta itu oppa” jawabku dengan tampang polos.
            “lho? Hmm, begini. Bagaimana kalau kita pakai permisalan? Jika kau disuruh memilih diantara 2 pilihan yang tidak mungkin kau dapatkan. Antara ‘keluarga” dan “seratus juta” kau pilih yang mana?” Tanya jinki oppa dengan tersenyum dan mengusap rambutku.
            “itu, aku tentu saja pilih keluarga!” jawabku mantap.
            “hmm, mungkin karena itu, karena kau memilih keluarga. Makanya Raein lupa menjelaskan tentang seratus jutanya. Karena yang lainnya, termasuk aku pasti lebih memilih seratus juta. Tipe sepertimu itu sangat langka lho!” ucap Jinki oppa kemudian dan pastinya dengan senyumnya. Aku merasa pipiku menjadi hangat. Untung gelap. Kurasa pipiku sudah semerah tomat.
            “apa iya begitu?” aku jadi salah tingkah dan menggaruk-garuk kepalaku yang sama sekali tidak gatal.
            “YA! JIMI! JANGAN DILEPASKAN PEGANGANNYA!” jinki oppa berteriak keras. Badannya mulai oleng.
            “BRAKKKK!!”
            “mianhe. Oppa tidak apa-apa?”
            “ne, aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?” ucap jinki oppa. Suaranya sangat dekat sekali. Tapi aku tidak dapat melihat apa-apa. Disini begitu gelap.
“klik. Batttss…” tiba-tiba semuanya menjadi terang. Sekarang aku bisa melihat dengan jelas. Jinki oppa ternyata ada didepanku. Sedangkan aku, terbaring dilantai. Tangan jinki oppa berada tepat disebelah kanan dan kiriku. Jarak kami sangat dekat dan hanya terpaut beberapa senti. Aku dapat melihat wajahnya dengan jelas. Bahkan sangat jelas. Minam. Omo apa yang aku fikirkan? Dia kan oppa ku. Perlahan-lahan wajah jinki oppa semakin mendekat. Apa yang harus aku lakukan? Mau apa dia? Andwae….
            “Kalian sedang apa??”
            “HUWAAAAAA!!!!” aku berteriak kencang sekali. Aku sangat terkejut tiba-tiba halmioni sudah ada didepanku. Padahal tadi aku masih melihat Jinki oppa, tapi kenapa sekarang jadi halmioni ya?? Segera aku beranjak bangun. Dan ternyata, jinki oppa masih dalam posisinya. Hanya saja halmioni sudah berada diantara kami. Dan ternyata, appa dan umma yang mengidupkan lampu.

            “dasar babo!” yang ini aku tahu. Suara minho. Dia memandangku dengan tatapan menegejek. Ah, aku malu sekali. Pasti aku tampak sangat konyol saat ini. >,
***

To be continue

No comments:

Post a Comment