Title : Family Game — Game 3
Author : Nysa
Main
Cast : Lee Jimi, Choi Minho, Lee
Jinki
Support
Cast : Kim Yongsoo (father), Park
Eunjoon (mother), Song Eunmi (grand mother)
Length : Sequel
Genre : Humor, Family
Rating : General
Summary : 6
orang asing akan tinggal satu atap
sebagai sebuah keluarga.
Family
Game — Game 3
Jimi
POV
Aku
berjalan menyusuri pinggiran kota seoul. Aku masih bingung mau kemana. Entah
mengapa meskipun keadaan dirumah itu tidak begitu menyenangkan tapi begitu
berakhir, aku jadi merasa kangen. Aku jadi merasa gagal. Satu-satunya tujuan
dalam hidupku kan ingin mempunyai keluarga. Tapi sepertinya aku memang
ditakdirkan untuk jadi sebatang kara.
Ah,
tidak-tidak. Apa-apaan aku ini? Kenapa jadi cengeng begini? Meskipun aku
sebatang kara tapi aku kan masih punya tempat tujuan. Ahjuma dan ahjussi
pemilik toko roti tempatku bekerja dulu kan memintaku untuk kembali kesana
ketika aku tidak punya tempat untuk kembali. Baiklah, aku akan kesana. Mereka
pasti akan kaget melihat kedatanganku. ^,^
Aku berdiri di depan toko roti tempatku bekerja dulu.
Sebenarnya aku tidak sabar ingin masuk ke dalam, tapi entah mengapa aku menjadi
ragu untuk masuk kedalam.
“selamat
datang” ucap seorang pelayan di toko roti roti itu ketika ada
seorang pelanggan masuk ke dalam toko.
“Eunhye tolong bawakan
pesanan ini ke meja nomor 9 ya!”
aku melihat ahjuma memberikan nampan berisi beberapa potong roti kepada gadis
bernama Eunhye itu.
“ah,
iya”
“wah,
kita tertolong berkat eunhye”
Mendadak
kaki ku lemas. Rasanya sudah tidak sanggup berdiri lagi. Ternyata ahjuma dan
ahjussi sudah punya pelayan baru. Kalau begitu berarti aku sudah tidak
dibutuhkan lagi. Lalu, aku harus kemana?
Aku
berbalik dan meninggalkan toko roti itu dan berjalan
menuju taman, mungkin untuk malam ini aku tidur disini saja. Toh besok
pagi-pagi sekali aku bisa mulai mencari kerja.
^^
Jinki
POV
Aku
berniat mencari apartement untuk disewa. Tapi hari sudah gelap, Apa sebaiknya
besok saja ya? Tapi malam ini aku tidur dimana? Aku kan tidak punya tempat
tujuan untuk pulang. Eh, bukankah orang itu juga tidak punya tempat tujuan? Aku
jadi khawatir. Sebaiknya aku telpon saja dia untuk memastikan.
“yobboseo”
jawab suara diseberang.
“yobboseo.
Sekarang kau dimana?” tanyaku to the point.
“aku
ditaman kota” jawabnya singkat.
“baiklah,
kalau begitu jangan kemana-mana. Aku akan segera kesana!”
“klik”
aku menutup telpon ku.
^^
Jimi
POV
“Jimi!!”
seseorang berlari-lari kearahku.
“oppa??
Ah, maksudku jinki.. ada apa?”
“syukurlah,
aku khawatir!! Kau kan pernah bilang kalau kau sudah menyelesaikan sewa
apartementmu. Jadi kufikir kau pasti sudah tidak punya tempat tujuan untuk
pulang”
“hmm..
gomawo opp.. maksudku jinki sudah mengkhawatirkanku”
“panggil
saja oppa” jawab jinki dengan senyumnya yang mempesona. “tapi, aku akan
memperkenalkan diriku sekali lagi. Namaku Kim Jinki, alias Lee Jinki. Umur 18
tahun, aku anak sebatang kara yang kesepian dan sedang mencari seorang pacar.
Sekian”
“kalau
begitu aku juga. Namaku Kim Jimi, alias Lee Jimi. umur 15 tahun. Sama-sama
sebatang kara. Dulu aku dibuang ditaman”
“jimi”
tiba-tiba raut wajah jinki oppa berubah. Mungkin ia merasa tidak enak dengan
apa yang aku ucapkan barusan.
“ya,
dulu sekali aku sedang bermain ditaman sambil menunggu umma. Waktu tersadar aku
sudah dikelilingi polisi. Lalu aku dititipkan dipanti asuhan. Beruntung aku
diberi kesempatan untuk bersekolah. Tapi, ada satu hal yang selalu mengganjal
difikiranku. Ketika aku pulang sekolah melewati tanjakan aku dapat melihat
dengan jelas perumahan dibawahnya. Dan dari sebanyak rumah yang ada dibawah
sana.. kenapa tak ada satupun yang menjadi rumahku? Makanya walaupun tawaran
family game kedengarannya mencurigakan. Tapi aku tidak bisa menolak karena aku
sangat ingin punya keluarga. Asalkan aku
bisa mendapatkannya tidak peduli bagaimanapun caranya. Dibenci olehnya pun
tidak apa-apa karena aku.. aku.. ingin punya keluarga..”
“tess..” sebulir cairan bening
keluar dari pelupuk mataku. Aku tidak dapat menhan gejolak yang ada dihatiku.
Makin lama air mataku mengalir dengan
deras. Dan “grebb” jinki oppa merengkuhku kedalam pelukannya.
^^
Jinki
POV
“tess..” air matanya menetes. Ia
seperti sedang berusaha melepas beban berat yang selama ini ia pikul. Tak
kusangka dibalik sifatnya yang ceria dan pantang menyerah itu ternyata ia
memiliki beban yang berat seperti ini. Dan keinginannya ingin memiliki keluarga
begitu kuat. Pantas saja ia selalu berusaha menjadi dongsaeng yang baik
untukku, noona yang baik untuk minho, menjadi cucu yang perhatian untuk
halmioni serta menjadi anak yang berbakti untuk appa dan umma. “grebb” reflex
tanganku meraihnya dan merengkuhnya kedalam pelukanku. Aku rasa hanya ini yang
bisa aku lakukan untuk menenangkan perasaannya.
“jimi, maukah kau tinggal
bersamaku?” tiba-tiba saja kata-kata itu meluncur dari mulutku.
“eh?” ia mengangkat wajahnya yang
sedari tadi terpendam didadaku.
“ah, bukan yang aneh-aneh kok. Maksudku
bukan hidup bersama. Tapi hanya tinggal bersama. Lagi pula kita kan sama-sama
tidak punya tujuan kan?” aku berusaha meyakinkannya.
“kriuuuuk” perutku tidak bisa diajak kompromi. Disaat
seperti ini malah berbunyi.
“ah, mianhe jimi. perutku_”
“mian oppa, tapi sepertinya aku
belum menyerah” ujarnya memotong kalimatku dan berlari meninggalkanku sendirian
ditaman.
^^
Jimi
POV
“mian oppa, tapi sepertinya aku
belum menyerah” ucapku seraya berlari meninggalkan jinki oppa senidirian. Aku
terus berlari tanpa menhiraukan jinki oppa yang memanggil-manggil namaku. Kali
ini aku punya tujuan. Aku merogoh saku rok ku dan mengambil sesuatu dari sana.
Sebuah kunci rumah. Ya, ini adalah kunci rumah tempat kami tinggal kemarin.
Appa yang memberikannya kepadaku karena aku selalu pulang lebih awal. Tentu
saja kunci rumah ini hanya ada dua. Jika yang satunya ada ditanganku, berarti
yang satunya lagi ada ditangan peyelenggara acara. Pokoknya aku harus kesana
untuk mengucapkan terima kasih kepada penyelenggara game itu. Aku harap ia ada
disana. Aku mengggenggam erat kunci itu.
Sesampainya digerbang rumah, aku
melihat ada seberkas cahaya dari dalam rumah. Jika semua penghuni rumah telah
angkat kaki. Itu berarti yang ada didalam rumah sekarang adalah sang
penyelenggara game yang identitasnya dirahasiakan. Karena yang punya kunci
rumah ini hanyalah aku dan penyelenggara game. Aku membuka kunci pintu perlahan
dan berjalan kelantai dua yang merupakan sumber cahaya.
“halmioni??” ternyata penyelenggara
game itu adalah halmioni. Ya, aku tidak salah lihat. Yang berdiri dihadapanku
adalah halmioni. “halmioni penyelenggara game ini?” tanyaku dengan tatapan tak
percaya. Begitu juga halmioni, sepertinya ia juga terkejut dengan kedatanganku
yang tiba-tiba ini.
“jimi? dari mana kau tahu?”
“itu..it..itu..”
“percuma saja aku mengelak ya,
benar. Akulah pengelenggara game sekaligus pemilik rumah ini. Sekarang kau
sudah tahu kan? Kau boleh meninggalkan kuncinya dan segera pergi dari sini”
“halmioni? Kenapa halmioni melakukan
ini?” “untuk menebus kesalahanku dimasa lalu” ucapnya dengan wajah sendu. “ dulu aku adalah pengelola panti asuhan. Hari-hariku dikelilingi oleh anak yang lucu-lucu. Meskipun panti asuhannya kecil, tapi aku senang. Karena bagiku mereka adalah keluargaku, yang menjadi alasanku untuk tetap hidup. Hingga suatu hari aku pergi keacara reunian. Tapi esoknya ketika aku pulang, tidak ada yang tersisa lagi. Semuanya habis terbakar. Yang tertinggal hanyalah uang yang ada di bank serta kritikan dari masyarakat. Aku..ak..aku.. rasanya ingin mati saja. Aku tidak butuh uang. Aku butuh keluarga”
“halmioni…”
“tapi smuanya sudah selesai. Mian,
kalian harus mengikuti keegoisan orang tua seperti aku” kali ini ia tersenyum.
Meski aku tahu itu adalah senyum yang dipaksakan.
“mmm, sebenarnya selama ini aku juga
menginginkan sebuah keluarga. Makanya, aku berjanji ketika aku bertemu dengan
penyelenggara game aku ingin mengucapkan terima kasih. Memang hanya sementara,
tapi anda sudah memberikan saya keluarga. Gabsahabnida” ucapku seraya membungkuk.
“he..hee… makanya aku senang sekali
ketika tahu peyelenggaranya adalah halmioni” ucapku lagi sambil menggaruk-garuk
kepalaku yang tidak gatal.
“jimi..BUKK” tiba-tiba halmioni
terjatuh. Mungkin perasaannya sedang tidak bagus. Atau mungkin dia punya
penyakit lemah jangtung? Omoo~~ Segera aku berlari bermaksud menahan halmioni
agar tidak jatuh dari tangga. Tapi bukannya menyelamatkan halmioni malah aku
yang celaka. Aku tidak hati-hati melangkah. Akibatnya malah aku yang terpeleset
dan terguling dari lantai dua.
“JIMI!!!” tiba-tiba semuanya menjadi
gelap.
^^
TBC
No comments:
Post a Comment