Title
: Nightmare [Part 3]
Author : Nysa
Main Cast : Lee Jinki, Kang Yura, Choi Minho
Support Cast : Lee Taemin, Cho
Sora, Jung Nara, Shin Haneul, Prof.Choi
Length : Sequel
Genre : Mystery,
Horror, Thriller, Friendship
Rating : PG 15
Disclaimer :
Semua Tokoh dan karakter dicerita ini hanyalah imajinasi saya.
Ide dan isi cerita juga semuanya hanya
imajinasi saya, tidak ada unsur
Plagiat.
NIGHTMARE [PART 3]
Seorang
perempuan sedang berdiri termangu menatap kosong pada sesosok mayat
dihadapannya. Ia berdo’a dan berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk mulai
membedah mayat tersebut. Perlahan tetapi pasti, perempuan itu meraih pisau
bedahnya dan mulai menggoreskan benda tajam itu tepat diperut mayat tersebut.
Dengan tekun dan serius perempuan
itu membedah mayat dengan sesekali membaca buku panduan memastikan ia
melakukannya dengan benar.
Tangan yang berlapis sarung tangan
berwarna putih dan menggengggam sebilah pisau terayun begitu saja dan menancap
tepat dipunggung belakang perempuan yang sedang membedah mayat. Tidak ada suara
pekikan, hanya erangan kecil yang berasal dari bibirnya seolah ingin
mengucapkan sesuatu namun ia tak punya tenaga untuk itu. Bahkan mengucapkan
satu kata “Tolong” pun ia tidak bisa. Perempuan itu tersengal, nafasnya memburu
dan tubuhnya bergetar karena mulai kehabisan darah.
Membedah tubuh secara vertikal,
bersenandung melantunkan sebait melody berulang-ulang dengan tangan yang masih
bergerak cekatan membedah tubuh korbannya dan mengambil organ tubuh dari
korbannya tersebut.
Tersenyum senang mendapatkan apa
yang menjadi incarannya. Hati, ginjal dan jantung. Ketiganya telah tersusun
rapi ditabung kaca. Tangannya yang cekatan kembali menjahit bagian tubuh yang
telah terbuka itu.
Yura terbangun dari tidurnya
dan memandang kesekeliling kamarnya, ia
mendapati Jinki dan Minho yang tertidur di kursi belajar miliknya dan Sora.
Yura turun dari ranjangnya dan meraih selimut yang ia kenakan tadi kemudian ia
pasangkan selimut tersebut untuk menutupi tubuh Jinkidan Minho. Bertepatan
dengan selimut yang menyentuh tubuh mereka membuat keduanya terjaga dari
tidurnya.
“Maaf.” Ucap Yura singkat karena ia
membangunkan Minho dan Jinki dari tidur mereka.
“Tidak apa-apa. Seharusnya kami yang
minta maaf karena telah lancang tidur di kamar mu.” Jawab Minho kemudian.
Yura terdiam, ia baru sadar jika
saat ini ada dua namja yang tidur di kamarnya. jika sampai ketahuan oleh kepala
asrama, maka mereka akan mendapatkan sanksi.
“Tapi... kenapa kalian bisa ada
disini?” Tanya Yura penasaran.
“Itu.. itu karena kami menemukanmu
pingsan. Dan karena Sora tidak ada makanya kami berinisiatif menjagamu. Kami
khawatir kalau penyakitmu akan kambuh lagi.” Tutur Jinki menjelaskan.
“Aku tidak apa-apa, kalian tidak
perlu khawatir. Aku tidak sakit, hanya saja....” Yura menggantungkan kalimatnya
begitu ia menyadari sesuatu.
“Hanya saja apa?” Tanya Minho
penasaran.
“Aku... akan menjadi seperti itu
kalau aku melihat pembunuhan.”
“Maksudmu kau melihat pembunuhan
lagi?” Tanya Jinki hampir tak percaya dan Yura hanya menjawabnya dengan
anggukan kepala.
“Melihat pembunuhan? Lagi?” Minho
merasa sedikit aneh dan curiga dengan penjelasan yang baru saja dia dengar. Apa
mungkin kalau Yura benar-benar melihat pembunuhan bahkan tidak hanya sekali,
tapi mengapa ia tidak pernah muncul menberikan kesaksian. Dan lagi Yura juga
tidak pernah dicurigai karena ia memiliki alibi yang sempurna.
“Minho, ini tidak seperti yang kau
bayangkan. Yura bukan melihat pembunuhan secara langsung. Tapi ia melihatnya
melalui semacam mata batin.” Jinki buru-buru menjelaskan sebelum Minho
berfikiran buruk tentang Yura. Namun Minho tidak begitu mendengar karena ia
masih bergelut dengan fikirannya sendiri. “Minho, jika memang yang dikatakan
Yura benar, maka saat ini pasti sudah jatuh korban.” Ucap Jinki lagi.
“Korban? Yura, apa kau melihat siapa
korbannya?” Tanya Minho kepada Yura.
“Dia seorang perempuan yang dibunuh
di ruang praktek membedah.”
~~~
~~~ ~~~
Yura terduduk di tangga yang menuju
ruang praktek membedah. Ia duduk sambil memeluk lututnya. Matanya memandang
lurus kedepan namun fikirannya melayang kemana-mana. Ia ingin menangis dan
berteriak, namun ia tak kuasa melakukan itu. Sora, gadis yang selama ini
menjadi teman sekamarnya harus pergi meninggalkannya dengan cara yang amat
mengenaskan. Yura benar-benar tidak meyangka kalau pembunuhan yang dilihatnya
itu korbannya adalah Sora sahabatnya sendiri. Andai ia tau lebih awal, ia pasti
akan mencegah pembunuhan itu terjadi dengan cara apapun. Andai ia bisa melihat
siapa pembunuh berdarah dingin yang dengan teganya menghabisi nyawa
teman-temannya, ia pasti sudah melaporkanyya ke polisi. Tapi itu semua hanya
pengandaian nya saja, ia merasa seperti orang yang tidak berguna. Padahal ia
lah satu-satunya orang yang mengetahui semua kejadian pembunuhan itu bahkan
sebelum polisi mengetahuinya.
Yura merasakan sebuah tangan
menyentuh pundaknya. Namun kepalanya terasa amat berat bahkan hanya untuk
mendongak. Ia merasa seseorang telah duduk disebelahnya dan ia tetap
mengacuhkan orang tersebut.
“Aku tau ini sungguh berat untukmu.
Tapi aku harap kau tidak terpuruk dalam keadaan ini. Perjalananmu masih
panjang, kau harus bisa melanjutkan mimpi mu yang juga menjadi mimpi
teman-teman kita.” Ucap orang tersebut memberikan nasehat kepada Yura. Yura
menoleh dan dilihatnya Jinki duduk disana dan tersenyum kecil kearahnya.
“Jinki, mengapa kau mau menjadi
dokter bedah? Apa kau tidak takut?” Kini Yura mengeluarkan suaranya.
“tidak ada alasan khusus, aku hanya ingin
menjadi orang yang berguna demi memperbaiki nasib keluarga ku.” Jinki
menghentikan kalimatnya dan mengambil nafas sejenak. “Ayahku seorang penggali
kuburan dan ibuku tidak tau kemana. Sejak kecil aku hanya tinggal bersama
ayahku yang bekerja sebagai penggali kuburan. Sejak kecil aku sudah terbiasa
melihat mayat dan entah mengapa aku tertarik untuk berurusan dengan mayat.
Hehe...” Ia tertawa garing di akhir penjelasannya. “Lalu bagaimana denganmu?”
Jinki balik bertanya kepada gadis disebelahnya.
“Pertama kali aku melihat mayat
ketika umurku lima tahun, dan mayat itu adalah mayat ibuku sendiri.” Tutur Yura
kemudian.
Jinki mengerutkan keningnya, ia
belum bisa memahami alasan apa yang mendasari Yura untuk menjadi ahli bedah.
Namun ia masih diam menunggu Yura melanjutkan penjelasannya.
“Sejak saat itu, ketika aku rindu
ibuku rasa rinduku akan terobati jika aku dapat melihat mayat wanita.”
DEG
Entah mengapa perasaan Jinki menjadi
tidak enak. Disadari atau tidak, bukankah penjelasan Yura barusan menunjukkan
bahwa ada yang tidak beres pada diri gadis itu. saat ini fikiran Jinki telah
menjadi liar. Berbagai pemikiran telah muncul dikepalanya dan pada akhirnya menghasilkan
sebuah kesimpulan yang sama sekali tidak terpikirkan oleh Jinki sebelumnya.
“Yura, bisakah kau tidur dengan
nyenyak untuk malam ini? aku akan menjagamu.” Sebuah permintaan yang lebih
seperti pernyataan terlontar begitu saja dari bibir pemuda itu.
Jinki menggendong Yura
dipunggungnya, ia berharap malam ini Yura dapat tertidur dengan pulas dan Jinki
benar-benar berharap jika semuanya akan baik-baik saja.
&&&
Minho duduk sendiri di kursi yang
terletak di pinggir danau dekat kampusnya, ia termenung memikirkan kejadian
yang menimpa teman-temannya. Perasaannya bercampur menjadi satu antara sedih,
kecewa dan marah. Minho mengambil berkas yang dimintanya dari Yura ketika
mereka berada diruangan Professor Choi. Ia membuka dan mulai membaca berkas itu
dengan hati-hati. Minho hanya dapat membulatkan matanya memandang data-data
yang tertulis disana, berkas yang berada di genggamannya berisi data-data
penjualan organ dalam manusia. Minho menyimpulkan jika selama ini ayahnya
Professor Choi telah melakukan perdagangan ilegal dengan menjual organ dalam
manusia yang ia dapatkan dari mayat-mayat yang digunakan kampus untuk praktek
membedah. Dan untuk kematian teman-temannya, akankah mungkin hal itu terjadi
karena professor Choi kehabisan stok organ dalam sehingga ia mengorbankan
mahasiswanya? Minho tidak bisa memaafkan ayahnya jika memang seperti itu
kenyataannya. Tapi biar bagaimanapun juga ia sudah terlanjur kecewa dengan
ayahnya yang ternyata melakukan bisnis gelap seperti itu. Minho merasa hidupnya
telah berakhir saat ini juga karena ayahnya seorang yang paling ia hormati
melakukan suatu tindakan yang sangat tidak manusiawi dan itu benar-benar
membuat Minho merasa dikhianati.
Minho bangkit dari kursi dan ia
berjalan perlahan menuruni beberapa tangga yang menghubungkan kursi dengan
danau. Ia berjalan dengan pandangan kosong hingga sampai di bibir danau. Minho
meneruskan langkahnya hingga air danau membasahi kakinya namun ia tidak
mempedulikan hal tersebut. Ia terus berjalan hingga air danau telah
menenggelamkan sebagian dari tubuhnya, ia terus berjalan dan berjalan sampai
tubuhnya telah habis terbenam oleh air danau.
Tragis, memang. Minho lebih memilih
mati daripada ia harus tetap hidup dengan menghadapi kenyataan bahwa ayahnya
adalah manusia yang tidak memanusiakan manusia. &&&
Esoknya, professor Choi ditangkap
polisi atas tuduhan perdagangan organ dalam manusia secara ilegal berdasarkan
bukti-bukti yang ditinggalkan Minho dan kesaksian dari Jinki juga Yura yang
mengaku menemukan data-data tersebut diruangan Professor Choi. Kasus pembunuhan
pun terungkap karena ternyata Penjaga sekolah yang selama ini menjadi supplier
organ dalam tidak dapat menemukan organ dalam yang dibutuhkan oleh Professor
Choi sehingga ia nekat menghabisi nyawa mahasiswa untuk diambil organ dalamnya.
Sementara Minho, ia ditemukan tewas
di danau karena terlalu banyak menelan air. Professor Choi hanya dapat pasrah
meneima kenyataan yang menimpanya saat ini. Ia hanya dapat memandang jenazah
putranya yang dibawa petugas rumah sakit melalui kaca mobil polisi yang
dinaikinya.
&&&
Seorang gadis kecil berumur lima
tahun mengenakan dress selutut berwarna merah berjalan menghampiri ibunya yang
sedang mengupas apel sambil duduk diruang tamu, kemudian gadis kecil itu
memandang wajah ibunya lekat-lekat.
Menyadari gadis kecilnya terus
memandanginya sedari tadi, ibu muda itu mengalihkan pandangannya pada gadis
kecilnya tersebut. “Ada apa sayang?” tanyanya kepada gadis kecilnya.
Diam, tidak ada reaksi. Gadis kecil
itu tidak memberikan respon atas petanyaan yang dilontarkan ibunya.
“Kenapa? Apa kau sakit?” tanya sang
ibu yang merasa aneh dengan sikap putri kecilnya tersebut. “Ah, kau mau apel?”
tanya nya lagi.
Gadis itu menggeleng, kemudian ia
menunjuk pisau yang digunakan ibunya untuk mengupas apel tersebut.
“Kau mau pisaunya?” tanya ibu muda
itu lagi mencoba menerka apa yang diinginkan anaknya. Anak itu mengangguk
antusias. “Tidak, ini berbahaya jadi kau tidak boleh menggunakannya.” Jawab
sang ibu tegas.
Kecewa, tergambar jelas dari raut
wajah sang anak. Ia merampas pisau tersebut dari tangan sang ibu. Sang anak
merasa senang mendapatkan yang diinginkannya tapi sang ibu menjerit ketakutan
melihat anaknya menggenggam benda berbahaya tersebut. Sang ibu bermaksud
mengambil pisau tersebut namun malangnya ia malah tergelincir hingga menubruk
badan sang anak dan pisau tersebut menancap diperutnya. Dengan bersusah payah
anak tersebut keluar dari himpitan sang ibu, ia menarik pisau yang menancap
ditubuh ibunya dan meletakkan pisau itu begiu saja. Anak itu berdiri dan
menatap ibunya yang sekarat karena kehabisan darah, ia masih terlalu kecil dan
ia tidak tahu jika saat ini ibunya sedang susah payah bernafas karena
kehilangan banyak darah membuatnya kesulitan bernafas.
Gadis kecil itu berjalan mendekati mayat wanita
tersebut. Tanpa rasa takut sedikitpun gadis kecil itu menyentuh tangan mayat
wanita yang telah tergeletak tak berdaya di lantai.
“Ibu.”
Panggilnya kepada sosok yang telah terbujur di lantai itu.
“Ibu...
Ibu.. IBUUUUU!”
“Aku pulaaaaang!” sebuah suara
menggema dari balik pintu. Seoarng pria muda masuk kedalam ruangan tersebut
dengan menenteng tas kerja. “YURA!” Pekik pria muda itu tak percaya melihat
istrinya sudah tergeletak tak bernyawa.
Pria muda itu beralih menatap
anaknya, ia memegang kedua bahu anak semata wayangnya tersebut. “Katakan pada
ayah, apa yang terjadi?” tanya pria itu sedikit panik.
Tidak ada jawaban, gadis kecil itu
hanya menatap kosong pada ayahnya. Pria muda itu tidak kehabisan akal, ia ingat
telah memasang CCTV di beberapa sudut ruangan. Pria itu berlari menuju ruang
kerjanya dan mengambil rekaman CCTV kemudia memutar ulang rekaman beberapa
menit yang lalu sebelum kepulangannya.
Lemas dan tak percaya dengan apa
yang dilihatnya barusan. Tanpa pikir panjang, pria itu berlari menghampiri
istri dan anaknya. Ia mengambil pisau berlumuran darah tersebut dan mengelap
pegangan pisau dengan sapu tangannya untuk menghilangkan sidik jari istri dan
anaknya dan kemudian ia mengenggam pisau tersebut untuk menempelkan sidik
jarinya.
“Yura, dengarkan ayah! Ayah
pembunuhnya, ayah yang telah membunuh ibu. Kau melihat semuanya. Katakan pada
siapapun yang bertanya padamu kalau ayah yang membunuh ibumu. Kau mengerti?”
Yura terbangun dari tidurnya. Ia
berkeringat dingin dan wajahnya pucat. Jinki yang sedang menjaganya menatap
Yura dengan tatapan yang seolah mengatakan apa-kau-baik-baik-saja?
Yura memandang sekelilingnya, ia
mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi dan seketika itu tangisnya pecah.
“Yura? Apa kau baik-baik saja? Ada
apa denganmu?” tanya Jinki yang merasa aneh dengan tingkah temannya tersebut.
Perlahan ia berjalan mendekati ranjang Yura dan duduk ditepi ranjang tersebut.
“Apa kau bermimpi buruk lagi?” tanya Jinki memastikan.
“Aku tidak bermimpi, aku mendapatkan
kembali ingatanku yang hilang.” Jawabnya disela-sela isakannya. “Aku pembunuh
Jinki, aku yang telah membunuh ibuku sendiri. Karena aku ibuku mati dan karena
aku ayahku masuk penjara dan berakhir dirumah sait jiwa.semuanya karena aku
Jinki! Aku bukan manusia! Bahkan Proffsor Choi tidak membunuh anaknya sendiri!
Aku lebih hina dari yang hina!”teriak Yura frustasi.
Jinki memeluk Yura, ia berusaha
menenangkan gadis itu. biar bagaimanapun juga Jinki ikut shock mendengar
pengakuan Yura barusan. Tapi biar bagaimanapun juga Yura tidak boleh berakhir
seperti ini, karena Jinki pernah berjanji untuk menjaga Yura dan selalu berada
disamping Yura apapun yang terjadi.
“Yura tenanglah, setelah kau sembuh
kita jenguk ayahmu dan ceritakan semua yang kau ingat pada polisi. Bisa kan?”
Yura mengangguk. “Kau akan
menemaniku bukan?”
“Tentu saja”
END
Finally
it’s over. Maaf kalo endingnya jelek. Saya mohon masukannya yaa karena mungkin
bakal hiatus lama sampai waktu yang tidak ditentukan.makasih buat yang uda
setia baca~ luph u all~
No comments:
Post a Comment